Mungkin, ada banyak orang yang dalam hidupnya telah mengalami
berbagai jenis pengalaman. Demikian halnya juga kamu yang sedang membaca
diary terbuka ini. Aku tidak tahu dan bahkan tidak akan pernah
mengetahui hal apa yang telah kamu alami. Akan tetapi, yang ingin aku
bagikan ditiap lembaran ini, bukan mengenai kamu atau orang lain.
Lembaran demi lembaran pada kertas ini akan menceritakan sebuah kisah
nyata yang telah aku alami sendiri yaitu mengenai kisah “Cinta” atau
dengan bahasa asing yang sering kita dengar yaitu “Love”. Tentunya
sebagian besar orang telah mengenal dan bahkan mungkin telah mengalami
apa dan bagaimana rasanya jatuh cinta itu. Namun, apa yang kamu telah
alami belum tentu sama dengan apa yang telah aku alami, dan kemungkinan
juga ada yang mengalami hal yang sama dengan kisah ini. Bagi kamu yang
telah mengalami kisah yang sama dengan aku, aku memahami apa yang kamu
rasakan saat ini, mungkin kamu ingin sekali marah, ingin bunuh diri,
berteriak, menangis sejadi-jadinya, atau bahkan rasanya kamu ingin
membunuh orang yang menyakiti perasaan kamu. Apapun dan bagaimanapun
yang kamu rasakan dikala itu, demikian pulalah apa yang telah aku alami.
Memang, sejujurnya apa yang aku alami saat itu telah lama berlalu.
Untuk itu, aku harap kamu membaca kisah ini sampai habis ya… Karena,
setiap lembarnya akan membuat kamu teringat akan masa-masa sewaktu kamu
pernah mengalami rasa suka terhadap orang pertama. Dan bagi yang belum
merasakan apa dan bagaimana rasanya bahagia dan sakit hati ketika kita
menyukai lawan jenis kita, aku harap, dari kisah ini kamu bisa mengambil
hikmahnya dan jangan pernah terjadi seperti apa yang telah aku alami
ini ya… Pastinya, bagi yang saat ini sedang merasakan hal yang sama,
jangan ikutin cara aku yah, cara yang aku lakukan ini adalah cara yang
membuat diriku sendiri hancur, sakit dan tersiksa. Ok???
Baiklah, kisah yang sangat menyakitkan perasaan aku dikala itu,
berawal di saat aku masih duduk dibangku SMA, tepatnya pada kelas XI
semester 1. Seperti yang aku katakan diatas, setiap orang pasti akan
pernah mengalami jatuh cinta dan perasaan tertarik terhadap lawan jenis.
Tanpa terkecuali, setiap manusia yang normal, baik itu kamu, tua, muda
dan bahkan anak SMP juga, mengalami hal itu. Bagi kita, mungkin hal itu
telah tidak asing lagi. Ya, sama seperti kalian, sebagai wanita yang
normal aku juga merasakan hal yang sama dengan kalian. Akan tetapi, aku
yakin apa yang aku alami ini berbeda dengan apa yang dialami oleh banyak
orang. Saat itu…, aku diam-diam mengagumi seorang pria yang berasal
dari sekolah yang sama denganku, dimana pria tersebut sama sekali tidak
aku kenal, aku juga tidak tahu dia anak kelas berapa, dimana ruangan
kelasnya, bahkan namanyapun tidak aku ketahui. Anaknya sih biasa saja,
dan sampai saat ini pun aku tidak tahu mengapa dulu aku menyukai dia.
Jatuh hati pada pandangan pertama itu, terjadi ketika suatu hari ia
sedang bermain bola basket dengan teman-temannya dilapangan bola basket
yang berada tepat didepan sekolah kami. Sedangkan posisiku saat itu,
sedang berdiri dilantai 2 tepat didepan kelasku dan menghadap kearah
lapangan bola basket tempat dimana mereka sedang bermain. Suasana yang
terjadi saat itu, sewaktu sepulang sekolah. Seperti biasanya, sesaat
sebelum pulang aku pasti akan selalu berdiri diposisi itu dan bercanda
terlebih dahulu dengan teman-teman sekelas yang akan beranjak pulang.
Namun, berbeda halnya pada saat itu, sebelum kembali ke asrama, aku
melihat permainan bola basket yang sedang iseng dilakukan oleh beberapa
orang anak laki-laki SMA dimana permainan itu sebelumnya tidak pernah
dilakukan. Ketika itulah, tanpa sengaja pandanganku tertuju kepada salah
seorang anak pria diantara pemain yang lain. Pembawaan bola yang
santai, dan saat ia tertawa, mampu membuat aku terjerat kepada perasan
yang tak jelas. Tetapi, perasan ini aku pendam dalam hati dan tidak
ingin ada seorangpun yang mengetahui perasanku ini. Ketertarikanku
kepadanya membuat aku tidak bisa untuk berhenti memandangnya. Bahkan,
sampai aku berada diasrama juga, aku kembali memperhatikannya dari
lantai 2 tepat dimana kamarku berada. Aku tidak tahu apakah ada anak
asrama lain yang mencurigai pandanganku. Akan tetapi, aku berpura-pura
tidak mengetahui bagaimana penilaian mereka terhadap aku. Yang jelas,
ketika perasaan itu muncul, bayangannya selalu hadir disetiap kegiatan
sehari-hariku. Dan, benar-benar sangat mengganggu aktivitasku. Lalu,
akhirnya akupun berniat untuk berhenti memikirkannya dan berusaha untuk
focus kepada aktivitasku, akan tetapi tidak semudah yang aku bayangkan,
ia tidak mampu hilang dari pikiranku. Perasaan ini berlanjut terus
hingga semester 2. Bahkan sampai aku menduduki bangku kelas XII. Namun
seperti pepatah mengatakan “ Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti
akan jatuh pula “. Yah! Itulah yang aku alami. Tingkah laku, penampilan,
dan pandanganku mampu membuat teman-teman sekelilingku, khususnya teman
sekelasku, merasakan apa yang sedang terjadi pada diriku. Akan tetapi,
aku terus mencoba untuk tidak memberi tahukan mereka. Sekalipun mereka
meledeki, atau menggodai dengan nada meledek, tidak mampu membuat aku
untuk berterus terang. Suatu hari, sepulang sekolah aku bermain dengan
sahabatku yang bernama “Jeni”(Red: Samaran), setiap sepulang sekolah aku
selalu menjemput dia dikelasnya untuk pulang bersama-sama ke asrama.
Seperti biasa, kami tidak langsung pulang akan tetapi bermain-main
dahulu dengan teman sekelasnya. Dan dengan begitu, semangkin lama aku
pun mulai merasa dekat dengan teman sekelasnya.
Itulah yang terjadi disaat itu, teman-teman sekelasku telah mampu
menebak, namun aku selalu menutup diri. Seperti yang aku ceritakan
sebelumnya, aku juga punya seorang sahabat saat itu, yaitu berinisial
“Jeni” tadi, dia berada dikelas yang berbeda dengan aku. Walaupun kami
selalu bersama-sama namun dia juga tidak tahu apa yang sedang aku
rasakan. Aku senang berteman dengan dia, sebab dia punya banyak teman.
Bahkan ia juga punya banyak teman yang berasal dari kelas yang berbeda,
baik anak IPA, adik kelas ataupun kakak kelas. Kami berdua berada
ditempat tinggal yang sama, yaitu asrama. Letak asrama dan sekolah hanya
dipisahkan oleh 2 buah lapangan bola basket tersebut.
Agar kamu bisa membayangkan posisi letak dalam setiap cerita ini, ada
baiknya aku menjelaskan bentuk lokasinya. Sekolah dan asrama kami
berbentuk persegi. Jika kita melihat dari halaman depan sekolah, kita
akan melihat sebuah lorong yang merupakan pintu utama dari sekolah yang
diantarai oleh dinding sekolah SMP dan dinding asrama, sedangkan
bangunan yang ada diatas adalah sambungan kelas dari sekolah SMP.
Setelah masuk kedalam halaman sekolah (tanpa merubah posisi kita disaat
masuk), bangunan disebelah kanan, adalah bangunan gedung TK yang bersatu
dengan asrama, sehingga membentuk siku-siku antara TK dan asrama
sedangkan dihadapan bangunan gedung TK, adalah bangun SMP yang bergabung
dengan SMA dan dipisahkan oleh tangga untuk menuju lantai 2 & 3,
didepan bangunan asrama adalah kantor KepSek yang dimana bangunan
tersebut ada 4 lantai. Dan ditengah-tengah bangunan tersebut ada dua
buah lapangan basket yang hanya terpisah dengan jarak 1 m , yang salah
satu ringnya tepat didepan TK dan yang lain tepat berada didepan tangga
yang membatasi SMP dan SMA. Disudut siku-siku antara bangunan tempat
KepSek dan TK terdapat tangga yang menuju ke lantai 2,3,& 4. Akan
tetapi, tangga tersebut tidak terlihat dari pintu utama, selain ada
tangga, juga disudut tersebut terdapat juga lorong pintu belakang. Jadi,
jika dideskripsikan, posisi pintu utama dan pintu belakang adalah
membentuk silang. Demikianlah gambaran lokasi yang akan berkaitan dengan
cerita ini.
Selain aku memiliki sahabat berinisyal “Jeni”, aku juga memiliki
teman yang bernama “SeLi”(Red: Samaran) dia juga tinggal bersama
denganku diasrama. Dia adalah wanita yang cantik, tinggi, putih dan
pintar. Apa yang dikagumi setiap pria dari pribada wanita ada pada
dirinya, tidak seperti aku, jika dibandingkan antara aku dan dia,
jelas…dialah yang lebih baik daripadaku. Disaat kami masih duduk
dibangku kelas XI, dia berada dikelas XI IPA bersama dengan pria yang
aku kagumi sedangkan aku saat itu kelas XI IPS. Saat kami masih duduk
dibangku X dia dikabarkan berpacaran bersama seorang pria teman
sekelasnya, namun hubungan mereka tidak berlangsung lama, akhirnya
mereka putus tepat saat kenaik-naikkan kelas, kekelas XI. Aku mengetahui
hubungan mereka, sebab temanku itu “SeLi” pernah mengatakan dan bahkan
tidak sedikit anak asrama yang se-angkat-an dengan aku mengetahui
tentang hubungan mereka. Dan semenjak hubungan mereka berakhir, hubungan
mereka sudah tidak terdengar lagi. Namun, aku sering mendengar kabar
angin bahwa mantan pacarnya tersebut ingin “CLBK (Red: Cinta Lama
Bersemi Kembali)”. Namun, sampai saat itu aku belum juga mengetahui
siapa nama pria tersebut, sehingga saat itu aku tidak terlalu
memperdulikan bagaimana kelanjutan hubungan mereka, karena disaat itu
aku hanya sibuk dengan perasaanku.
Akhirnya berkat pergaulan sahabatku, Jeni, yang cukup luas, setelah
2bln kami lalui tahun ajaran baru di kelas XII, aku bisa bergabung
dengan anak-anak yang sering bermain basket di lapangan sekolah. Itulah
pertama kalinya aku diajak bergabung untuk bermain bola basket dengan
mereka, tanpa adanya perkenalan aku langsung bermain, akhirnya aku belum
mengetahui siapakah nama anak-anak yang bermain bola basket yang
bersama-samaku saat itu, aku cuek dan hanya ikut-ikutan saja. Pada saat
itu, setelah agak lama bermain, aku mendengar pria yang aku kagumi
meledek aku dengan sebutan “Cekot” karena setiap kali aku ingin
memasukan bola, tetapi selalu saja tidak masuk, sedikit kesal namun aku
senang juga, karena ternyata yang meledeki aku dengan sebutan “Cekot “
itu adalah pria yang aku kagumi. “Akhirnya, akupun bisa mendengar
suaranya dengan jelas”, batinku berkata. Setalah berkali-kali kami
bermain bola basket bersama, aku mulai mengetahui nama mereka
satu-persatu, sedangkan pria yang aku kagumi tersebut aku hanya memberi
dia dengan julukan yaitu “ngences”. Penyebabnya adalah ketika semua anak
sekolah mengikuti sebuah acara pertemuan sekolah, aku mendapati pria
yang aku kagumi sedang duduk bersama teman-temannya, mereka adalah
se-genk yang mereka beri nama “Whose The Man”, ketika didalam acara
tersebut sedang memberikan ceramah, aku melihat kembali kearah mereka,
ternyata dia sedang tertidur, sejak saat itu, aku memberi julukan
padanya “Ngences”. Hahaha….sangat lucu sekali bukan? Akan tetapi tidak
seorangpun yang tahu betapa senangnya aku, karena dia mulai mau bercanda
dengan aku. Semangkin hari perasaan ini tak bisa aku bendung. Perasaan
ingin mengetahui siapakah nama pria tersebut telah lama aku inginkan,
namun aku tidak memiliki keberanian, karena aku takut teman-teman akan
mengetahui tentang perasaanku dan mereka akan meledeki aku lebih parah,
setelah itu apa yang akan terjadi antara hubungan pertemananku dengan
dia??? Pastinya akan hancur. Itulah kejadian yang tidak akan pernah aku
inginkan, aku berpikir lebih baik aku memendam perasaan ini, yang
penting hubunganku dengan dia tetap membaik. Kemudian, seiring
berjalannya waktu, aku mencoba untuk mengetahui siapa nama pria
tersebut. Akhirnya, aku beranikan diri untuk menannyakannya kepada
sahabat aku yang berinisyal “Jeni” itu. Dan diapun memberitahukannya.
Setelah dia memberitahukan siapakah orang yang telah mampu membuat aku
bertekuk lutut dihadapannya, aku terdiam sejenak, tubuhku bagaikan
disambar petir, aku merasakan pikiranku mulai kacau, bingung, takut,
gelisah, dan seolah-olah aku tak mampu berdiri tegak. Ternyata…tanpa aku
sadari selama ini nama pria yang aku kagumi selama lebih kurang 1thn 2
bln itu, adalah nama yang telah tidak asing lagi terdengar olehku,
namanya pria tersebut adalah nama mantan dari temanku yang bernama
“SeLi”, nama pria tersebut adalah bernama “Beno”(Red: Samaran). Aku
tidak mampu lagi menahan perasaan ini, aku ingin sekali meneriakan
kekesalanku dan ketololanku!! Namun bagaimanapun perasaanku saat itu,
aku berusaha untuk bersikap biasa dan menjaga perasaan agar tetap
tenang, aku tidak ingin sahabatku mengetahui perasaanku dengan melihat
perubahan sikapku. Kemudian, aku pergi meninggalkan dia dengan alasan
ingin beristirahat ke asrama. Setibanya dikamar, aku menangis, aku
mencoba meluapkan segalanya dan berusaha untuk menenangkan diri. Dengan
seluruh tenagaku yang masih tersisa, aku mencoba untuk kembali bersikap
seperti biasa. Untuk menutupi perasaanku saat itu, aku tetap mencoba
untuk terus merahasiakan hal ini, aku dan “SeLi” telah berteman sejak
duduk kelas X bahkan kami tinggal disatu atap. Untuk itu, aku tidak
ingin pertemanan kami hancur karena persoalan perasaanku ini.
Demikianlah halnya kepada “Beno”, aku tidak ingin hanya karena rasa
sukaku kepadanya membuat hubungan pertemanan kami menjadi hancur. Untuk
itu, aku berusaha untuk melupakan dia dari pikiranku dan memperlakukan
dia sama seperti perasaanku kepada teman-temanku yang lain. Tetapi……
(Arrghhhhh!!! Kenapa sulit sekali?!!) Itulah jeritan yang keluar dari
dalam batinku setiap kali aku ingin melupakannya dari pikiranku. Hari
demi hari terus beralalu, namun aku bukan semangkin melupakannya justru
aku semangkin suka kepadanya. Aku semangkin tersiksa menanggung perasaan
ini seorang diri. Kemudian aku memutuskan untuk menceritakan masalah
terberatku ini kepada salah seorang dari teman sekelasku dengan harapan
dia mampu memberikan saran atas apa yang aku rasakan, tentunya dengan
perjanjian, agar dia tidak menceritakan kembali kepada orang lain setiap
apa yang aku ceritakan kepadanya. Namun, perasaan ini bukan semangkin
berkurang justru semangkin besar hasratku untuk menjadi miliknya.
Tetapi, semangkin hari aku mulai menyadari, bahwa aku tidak sepantasnya
memiliki pria yang pernah menjadi kekasih hati dari teman satu atapku
sendiri. Karena aku tahu, sekalipun dia telah menjadi mantan dan
dibibirnya mengatakan tidak akan pernah menyukainya lagi, namun…persaan
sayang dan suka pasti masih tersisa dihatinya, dan itu tidak akan bisa
dibohongi. Akhirnya, aku memutuskan dalam hati untuk tetap menganggap
pria tersebut sebagai teman sebagaimana biasanya. Namun, semangkin aku
berusaha untuk mematikan perasaan ini, aku merasa seolah-olah aku telah
menyayat-nyayat tubuhku sendiri dengan pisau. Sungguh terasa pedih dan
sakit. Apalagi suatu ketika, aku mendapatkan berita yang tidak baik
tentang dia, yaitu kabar bahwa “Beno” ingin menjalin hubungan baik
dengan “SeLi”, kembali membuat luka dihati ini semangkin parah. Saat
itu, aku sudah tidak tahu lagi apa yang ingin aku lakukan. Aku hanya
bisa menangis dan menangis, namun saat itu aku sadar, menangis bukanlah
jalan untuk bisa menyelesaikan persoalan. Padahal, engkau tahu, saat itu
hubungan aku dan “Beno” semangkin lama, semangkin dekat dan kami sering
berpapasan dan bahkan saling bercanda. Dan tak jarang, dengan hati yang
tersayat-sayat aku berniat untuk membantu mereka kembali bersatu. Aku
tahu, aku tidak akan sanggup apabila aku melihat mereka nantinya selalu
bersama, tetapi ini harus aku lakukan agar pertemanan kami tidak pernah
berakhir. Aku tidak ingin menjadi pengahalang bagi mereka. Mulai hari
itu, aku mulai mencoba menyampaikan salam antara mereka berdua. Dan, aku
juga sering menggodai mereka agar mereka bisa dekat kembali atau
minimal aku bisa membantu mereka untuk menjalin hubungan baik seperti
yang mereka inginkan. Selain ingin mempersatukan mereka, aku juga
berharap, dengan melakukan demikian, perasaanku terhadap dia bisa
hilang. Waktu terus berlalu, namun semangkin lama aku mencoba untuk
membohongi perasan ini, aku semangkin terasa tersiksa, dan beban yang
ada didalam diriku semangkin berat aku rasakan. Jika seandainya aku bisa
berlari dari kenyataan pahit ini, aku akan berlari sejauh mungkin dari
hadapan mereka, dan aku ingin menemukan suatu tempat yang bisa membuatku
menyembuhkan luka ini. Tapi, tempat itu tak pernah aku temukan. Aku
hanya mampu mengobati luka batin ini hanya lewat kata-kata yang aku
tuangkan didalam lembar kertas yang kosong dan tiap kata yang keluar
selalu disertai tiap tetes air mata. Tak seorangpun yang bisa merasakan
betapa menderitanya aku menahan tiap luka yang ada dibatin ini.
Yah… Terluka, tersiksa, dan tercabik-cabik itulah perasaanku saat
itu. Bukan bermaksud melebih-lebihkan, tapi memang itulah yang aku
rasakan. Aku tahu, beberapa orang dari anak asrama telah menyadari
perubahan sikapku, mereka sudah tidak bisa untuk aku bohongi. Hingga
suatu hari, karena aku merasa sudah letih menahan ini semua, akhirnya
aku pun membagikan apa yang aku rasakan kepada seorang teman sekamarku
yang bernama “Nike”(Red: Samaran). Dan, ternyata dia merespon baik dan
mau terbuka terhadapku bahkan dia juga mau menceritakan bagaimana dulu
hubungan antara si “SeLi” dan “Beno” ketika kelas X hingga pada akhirnya
mereka putus. Selain itu, Nike juga mengatakan kepada aku kalau “SeLi”
memang sudah tidak suka lagi dengan “Beno”. Dan dia juga menyarankan
agar aku menanyakan kepada si “Heti”(Red: Samaran) yang juga teman
sekamarku yang mengetahui bagaimana kedekatan hubungan si “SeLi” dan
“Beno”. Akhirnya, tanpa pikir panjang, aku langsung menemui si “Heti”
yang sedang berada ditempat tidurnya. Akhirnya, aku mempunyai cukup
banyak informasi yang membuat aku sedikit lega, antara lain: Ternyata
semenjak mereka putus si “Beno” mencoba sebanyak 3x untuk menjalin
hubungan mereka lagi, namun si “SeLi” sudah tidak menyukai si “Beno”
lagi, kemudian aku juga mendapatkan informasi kalau ternyata ulang tahun
“Beno” jatuh pada tanggal 3 maret, selain itu informasi yang sangat
melegakan pikiranku adalah ternyata si “SeLi” belum mengetahui
perasaanku. Berkat informasi yang diberikan si “Nike” dan “Heti” membuat
aku bisa berpikir lebih tenang tanpa ada yang perlu aku khawatirkan,
dan akupun juga bisa menikmati aktivitas yang biasa aku lakukan. Setiap
hari jika aku ingin berangkat kesekolah aku pasti selalu bersemangat,
sebab disekolah aku bisa melihat dia dengan puas. Bukan hanya rasa
senang, setiap kali aku melihat dia, tanpa aku sadari aku akan tersenyum
dan apabila aku berada dekat dia atau berpapasan dengannya aku tidak
tahu entah mengapa hati ini terasa sangat senang. Baik belajar di
asrama, ataupun sekolah, yang ada dipikiranku adalah hanya ingin selalu
melihatnya. Entah sudah berapa banyak puisi yang telah aku tuliskan
untuk menggambarkan perasaanku. Hhhhaa…..saat itu adalah saat yang
terindah bagiku. Persaan senang itu, membuatku berpikir untuk
memberikannya sesuatu disaat Valentine.
Hari itu masih hari selasa, sedangkan keesokan harinya adalah Hari
Valentine, yaitu hari yang ditunggu-tunggu setiap orang, tepatnya pada
hari Rabu, 14 Februari 2007. Pada bulan itu kami sudah mulai
mempersiapkan diri untuk menghadapi UAN. Tanggal itu selalu
ditunggu-tunggu oleh setiap orang untuk menuangkan rasa kasih sayang
kepada orang yang mereka sayangi. Pada malam hari anak-anak asrama telah
mempersiapkan semua untuk menyambut hari esok dengan hati yang gembira,
namun tidak demikian halnya dengan aku, rasa takut, bingung dan
bimbang menghantui perasaanku, rencana yang telah aku persiapkan
jauh-jauh hari, masih ragu-ragu untuk aku lakukan. Tetapi, hatiku tetap
bersih keras ingin melakukan hal itu. Bahan yang aku butuhkan telah aku
siapkan, hanya tinggal aku kerjakan, berlahan-lahan dengan keberanian
yang kuat, dan dengan hati yang telah siap dengan segala resiko, aku
mulai membungkus cokelat itu. Didalam bungkusan cokelat itu, aku
menuliskan kata-kata yang berisikan:
“ Ben, aku harap kamu tidak menolak cokelat ini, aku tidak memiliki maksud apa-apa
aku hanya ingin mengatakan bahwa aku suka sama kamu, tapi kamu jangan khawatir
aku tidak berharap kok agar kamu membalas perasaanku ini “.
Kurang lebih demikianlah isi surat yang berada didalam cokelat
tersebut. Mungkin saat itu aku sudah gila…..yah aku gila melakukan hal
itu. Akan tetapi, aku tidak peduli apapun penilaian orang lain kepadaku,
yang hanya aku harapkan, dia mengetahui isi hatiku, dan dia sadar kalau
ada seseorang yang tulus menyayanginya. Setelah cokelat itu selesai aku
bungkus, aku memberikan bingkisan itu kepada temanku yang bernama
“Nike” itu. Sebab sebelumnya, aku telah berencana bahwa dia yang akan
meletakan bingkisan itu dilaci tempat pria tersebut belajar dipagi hari
ketika kelas masih kosong. Sebagai teman, aku percaya kepadanya, dan aku
menyarankan agar dia menutupi indentitasku darinya. Aku berharap agar
“Beno” mencari tahu sendiri siapa yang memeberinya bingkisan itu. Ketika
pulang sekolah, aku merasa, hanya aku saja yang berada disekolah
tersebut, sebab sepulang sekolah tanpa basa-basi dengan siapapun aku
langsung berlari menuju asrama. Aku ingin menghindar dari pria tersebut,
dengan perasaan takut dan gelisah, aku menanti-nati kedatangan “Nike”
di asrama. Setelah si “Nike” tiba di asrama, aku langsung meminta dia
menceritakan apa yang telah dilakukannya. Setelah mendengarkan
ceritanya, aku merasa lega. Karena akhirnya semua berjalan sesuai dengan
rencanaku. Akupun, bisa beristirahat siang dengan tenang untuk
mengembalikan tenaga agar aku bisa berangkat les sore harinya dengan
semangat. Karena, sore harinya aku harus kembali lagi ke sekolah untuk
mengikuti les tambahan bagi kelas XII yang akan menghadapi UAN.
Tanpa terasa, jam telah menunjukan jam setengah 3 sore, saatnya
berangkat ke sekolah. Ketika aku hendak melintas dari asrama ke sekolah
melalui lapangan bola basket, aku mendengar suara salah seorang dari
beberapa anak SMA yang sedang duduk didekat tangga yang membatasi SMP
dan SMA, dengan mengatakan “Kok aku tidak dibagi coklat??”. Aku mulai
menyadari itu adalah suara “Genzo”(Red: Samaran), dia adalah salah
seorang teman si “Beno”. Sejenak aku terkaget. Aku panik, dan aku merasa
tidak mampu lagi untuk menutupi perasaan ini, hal itu membuat aku
hampir saja terjatuh karena tersandung oleh batu, kemudian dengan
sedikit berlari aku langsung naik kelantai atas menuju kekelas melalui
tangga yang berada di sudut siku-siku yang membatasi TK dan SMA. Bahkan,
sesampainya aku dilantai 3, aku masih melihat mereka berada disana,
ternyata mereka menyadari bahwa aku sedang melihat mereka, seolah-olah
diberi komando, mereka dengan serentak meneriakan kata “Cokelaaaat!!!”.
Aku merasa malu kepada mereka, akupun berlari kekelas. Bukan kepada
mereka saja aku malu, ternyata teman sekelas mereka telah mengetahui hal
itu, dan akupun kembali disoraki, diledeki, bahkan ditertawakan oleh
teman-teman sekelasnya. Akibatnya, aku tidak bisa mengikuti les tersebut
dengan baik, pikiranku kacau, bahkan akupun tidak bisa berkonsentrasi
untuk belajar, berbagai pertanyaan “mengapa, bagaimana, kapan itu bisa
terjadi???“ silih berganti datang kepikiranku. Akhirnya sepulang dari
les, aku kembali berlari dengan cepat agar aku tidak melihatnya atau dia
melihat aku. Setibanya di asrama, aku menanti-nanti kedatangan “Nike”,
aku mencoba menanyakan bagaimana sesungguhnya mereka bisa mengetahui
indentitasku dengan cepat. Ternyata, “Nike” telah terlebih dahulu
memberitahukan indentitasku tanpa seizinku. Akupun, sudah tidak dapat
berbuat apa-apa lagi. Perasaan takut, gelisa, dsb yang aku pikir telah
hilang ternyata kini datang lagi. Yang paling sangat membuat aku gelisah
adalah apakah “SeLi” juga mengetahui hal ini. Apabila “SeLi” tahu, aku
akan sangat merasa bersalah, dan aku tidak ingin dia mengatakan aku
adalah teman yang “pagar makan tanaman”. Agar hal itu tidak terjadi, aku
berusaha untuk menjauhi “Beno” dan teman-temannya. Dua minggu setelah
kejadian itu, entah mengapa aku sering mengalami hal-hal yang tidak
masuk akal antara aku dan “Beno”. Ada banyak hal yang sama kami lakukan,
contohnya ketika aku memakai baju yang berwarna hitam, dia juga memakai
warna baju yang sama. Lalu bukan hanya itu, suatu ketika kami diberi
tugas oleh guru untuk mengerjakan soal-soal latihan yang ada dibuku
pegangan, disaat aku mengerjakan soal itu, aku membaca ada salah satu
soal yang seolah-olah ditujukan kepada aku, dia dan temanku “SeLi”
disetiap pilihan soal itu ada yang berkaitan dengan nama kami, kemudian
pernah lagi suatu ketika kami bertemu ditempat yang sama tanpa terlebih
dahulu membuat perjanjian yaitu ketika aku dan “Jeni” ingin pergi ke
tempat doa, ternyata mereka juga datang kesana, padahal mereka katanya
telah pergi bersama-sama dengan “SeLi”. Hal itu sangat aneh bagiku. Ada
lagi suatu kejadian yang tak akan pernah aku lupakan dan ini satu hal
yang sangat…sangat membuatku tersiksa ini terjadi pada tanggal 19
Februari 2007, ini adalah acara khusus Valentine, sesaat sebelum acara
dimulai, aku melihat si “Beno” dan si “SeLi” duduk terpisah yang
diantarai 5 bangku, aku sangat lega bahwa mereka tidak berdekatan. Namun
ketika dipertengahan acara, aku merasa ada hal yang tidak enak aku
rasakan, dan aku tidak tahu ada apa, tetapi aku mencoba untuk melihat
kearah mereka duduk, aku kaget, ternyata “Beno” tidak ada dibangkunya.
Dengan agak santai agar tidak terlihat kalau aku sedang mencarinya, aku
coba untuk melirik kearah dimana si “SeLi” duduk. “HAH”!! Ya, aku
melihat mereka sedang duduk berdekatan. Betapa kagetnya aku saat itu,
namun aku coba untuk menahan perasaan ini, aku coba tenang dan bersikap
seolah-olah aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Namun, aku menyadari
disaat aku melihat itu, si “Beno” juga sedang melihat kearah aku. Aku
tidak tahu harus bagaimana aku bersikap saat itu. Aku ingin rasanya
berlari keluar ruangan, aku ingin sekali meneriakan kekesalan itu. Tapi,
apalah dayaku aku hanya seorang wanita yang lemah. Acarapun terus
berlangsung hingga akhirnya waktu memisahkan kami. Aku tahu, sebenarnya
aku tidak berhak marah, aku tidak berhak sakit hati, dan aku juga tidak
berhak melarang mereka untuk bersama. Yang aku kecewakan saat itu,
temannya yang bernama “Genzo” sebelumnya telah ngobrol banyak tentang
dia , bahkan dia juga yang mengatakan kalau disaat acara Valentine itu,
mereka tidak akan duduk bareng dengan “SeLi”. Tapi…?? Apa yang
terjadi?? Aku kecewa dia telah berbohong. Tapi ya sudahlah, toh aku saat
itu berfikir, mengapa aku harus marah?, mengapa aku harus
kesal?..mangnya aku siapa. Yah, memang sakit…sakit sekali. Tapi, tak ada
yang bisa aku perbuat saat itu. Mulai sejak kedekatan mereka, mata ini
terlalu sering mengaluarkan air mata, baik ketika di asrama, maupun di
sekolah. Apalagi pada masa itu lagu Kangen Band (Tentang Aku,Kau dan
Dia) ketika baru keluar, seolah-olah lagu itu benar-benar diciptakan
buat aku. Jika aku mendengar lagu itu, aku pasti akan menitikan air
mata. Bukan hanya lagu itu saja, tetapi lagu Rama (Bertahan) dan
Republik (Hanya Ingin Kau Tahu). Lagu-lagu itu seolah merasakan apa yang
sedang aku alami. Suatu ketika aku berfikir, mengapa ini harus terjadi
kepadaku? Mengapa harus akuuuu??? Kalian tahu, sewaktu aku UAN juga, no
pesertanya sedikit berbeda dengan aku, saat itu no UANku adalah 2635
sedangkan dia 2365. Semua yang terjadi tanpa kesengajaan itu,
seolah-olah menunjukan ada harapan atau kesempatan besar yang dapat aku
raih. Aku yang semula mengira itu semua adalah kesempatan yang besar,
aku selalu menunggu waktu berharap bahwa aku mendapat balasan perasaan
yang telah terlukai olehnya.
Hubunganku dan dia sejak aku memberikan bingkisan valentine, bukanlah
semangkin membaik, tetapi justru semangkin memburuk. Dulu sebelum aku
mengenal dia, aku adalah anak yang terkenal bawel, ramah, dan suka
bercanda disekolah dan demikian juga di asrama. Tetapi kini sikap itu
telah hilang dari diriku, perubahan sikap inilah yang membuat
teman-temanku mengetahui perasaanku. Bahkan, aku teringat saat
Bpk.Siahaan sedang mengajarkan rumus matematika, ia dengan cepat bisa
menebak apa yang sedang aku pikirkan. Saat itu aku merasa malu kepada
teman-temanku dan terlebih kepada bapak itu. Aku hanya bisa tersipu malu
mendengar pernyataan bapak tersebut. Yah! Itu adalah salah satu sikapku
yang mulai berubah, aku mulai sering melamun, dan berdiam diri.
Beberapa teman-temanku mencoba memberikan solusi, apa yang dapat aku
lakukan, tetapi tidak sedikit juga anak-anak sekelasku yang meledeki
aku. Aku hanya bisa diam dan tidak dapat berkata apapun jika mereka
mulai meledeki aku. Mereka tidak jarang melihat aku menangis jika aku
melihat “SeLi” dan “Beno” berdiri bersama didepan kelas mereka. Karena
persaan ini terlampau sakit untuk aku tanggung sendiri, akupun berniat
untuk mencoba mengakhiri hidupku, tapi…gagal, seolah-olah Tuhan
mengatakan bahwa aku masih bisa berharap kepadanya. Pada pagi hari, aku
tidak makan diasrama, aku berniat makan di kantin sekolah,
lagi-lagi….aku bertemu dengan ia. Hatiku ingin sekali berteriak…”Tuhan,
tolong bantu aku keluar dari perasaan ini dan biarkan aku untuk
mematikan rasa ini….aku ingin bebas!!!”. Namun, sikapnya lagi-lagi
seolah ingin memberikan kesempatan kepadaku, saat itu dia berkata “
Ehemmm…”. Memang aku tidak bisa membohongi diriku saat itu, akupun
tersenyum cuek kepadanya, seolah-olah aku tidak menanggapi. Dia tidak
tahu, mungkin dia bermaksud baik bagiku…tapi, dia tidak pernah tahu,
setiap kata yang keluar dari bibirnya hanya akan membuat aku sakit hati.
Akan tetapi, aku tidak ingin menyakitinya, aku selalu menghargai setiap
kata yang keluar dari bibirnya, walaupun itu terasa pahit. Kini aku dan
dia tidak sedekat seperti masa-masa kami baru berteman, kini aku hanya
bisa memperhatikannya dari jauh. Disaat ia mencoba untuk menegor, aku
selalu menghindar. Ia dan teman-temannya berusaha untuk mengembalikan
pertemanan seperti dulu, tapi bila itu terjadi…bagi dia mungkin hal itu
tidak berarti apa-apa…sedangkan kepadaku?? Apa yang akan aku rasakan
jika seandainya aku berteman lagi dan dekat kepada dia seperti dulu???
Hanya akan membuat aku lebih tersiksa. Jadi, aku memutuskan untuk tidak
mengajaknya beribicara, mungkin dengan begitu aku bisa mematikan
perasaanku kepadanya. Suatu saat, tidak lama lagi kami akan mengadakan
ujian semesteran, aku tidak dapat belajar, dipikiranku hanya ada dia…dan
dia… Aku sudah bersusah payah untuk mencoba melupakannya. Tapi, tidak
mudah bagiku. Aku pasrah dengan hasil ujian yang akan kuperoleh, dengan
bermodalkan sedikit ilmu yang ada diotakku, aku mencoba melewati ujian
demi ujian semesteran itu. Hingga akhirnya aku mampu melewatinya.
Semester 1 telah kami lewati, kini kami berada diambang pintu
perpisahan SMA. Tepatnya, kami sudah berada disemester 2 kelas XII. Saat
itu, tidak lama lagi Ultah pria itu akan tiba, yaitu 03 Maret. Aku
tidak merencanakan sesuatu apapun untuknya. Aku telah mendengar kabar
bahwa “Beno” akan mencoba menyatakan perasaannya lagi kepada “SeLi”
tepat dihari Ultahnya tersebut. Sekalipun kabar tersebut seolah-olah
akan membunuhku, aku tetap bersikap wajar baik dihadapan teman-teman
ataupun dihadapan mereka. Hari Ulatahnya, masih teringat jelas
dipikiranku. Namun, “Beno” tidak sabar menunggu kedatangan tanggal
tersebut, tidak demikian kepadaku, aku justru berharap Ultahnya tidak
akan pernah datang. Mungkin kamu menilaiku jahat, yah…aku mengakui saat
itu pikiranku memang sangat jahat. Aku sendiri tidak tahu mengapa hal
itu bisa terlintas dipikiranku…setiap hari berlalu mendekati tanggal
Ultahnya, aku semangkin gelisah, khawatir dan ketakutan, aku selalu
memikirkan apa yang akan terjadi pada diriku jika benar “Beno” dan
“SeLi” melanjutkan hubungan mereka kembali. Seperti suatu malam, semua
anak-anak asrama belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi UAN,
sedangkan aku, malam itu tidak berkonsenterasi, aku hanya menangis. Aku
benar-benar tidak bisa mengendalikan diri, 3 hari lagi adalah hari Ultah
pria itu atau lebih tepatnya besok adalah hari kesedihan bagiku. Disaat
belajar malam itu, aku berdoa agar tgl 3 tidak akan terjadi apapun.
Setelah waktu belajar malam telah selesai, “SeLi” yang duduknya tidak
terlalu jauh dariku, ketika dia tiba-tiba menoleh kearahku, dia
mendapati mataku sembab, kemudian dia menannyakan kamu habis nangis, yu?
Aku membohonginya, aku menjawab kalau aku sedang memiliki masalah
dengan Ortu.. Kemudian, disaat dia sedang membereskan buku-buku, aku
melakukan sikap yang bodoh, aku mencoba menggodainya dengan menunjukan
wajah yang senang sambil berkata, “eheemmm….cie…denger-denger tgl 3
bakal ada yang CBLK nie..?? Jangan lupa yah kemek-kemeknya… N, kasih
juga dong kadonya… ( Sungguh…aku telah hilang akal pikiran, aku selalu
saja menyakiti perasaanku sendiri, aku tahu menannyakan hal itu sama
dengan mencoba membunuh diriku sendiri… Tapi, hanya dengan bersikap
berpura-pura dihadapannyalah aku bisa menyembunyikan rasa sukaku kepada
“Beno” darinya ). Tetapi, tiba-tiba,…kata-kata yang keluar dari
bibirnya, membuat aku terdiam dan sedikit membuat aku malu, dia
mengatakan dengan tegas dan ketus, “Kamulah yu yang kasih kado buat
dia…”. Akhirnya akupun terdiam dan hanya membalas dengan gurauan…namun,
hatiku terasa kacau, tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari bibirku,
aku hanya berpikir, “apakah kata-kata itu sengaja dikeluarkannya karena
dia ingin mengatakan bahwa dia telah mengetahui tentang perasaanku
ini??”…
Waktunya untuk tidur malam….aku tidak dapat memejamkan mata
sedikitpun, gelisah dan khawatir selalu menghantui perasanku dan
pikiranku. Rasa penasaran untuk mengetahui apakah dia benar-benar
mengetahui tentang apa yang terjadi antara aku dan “Beno” semangkin
kuat. Akhirnya, aku coba menanyakan hal itu langsung kepada “Heti” , dan
jawabannya terdengar agak mengecewakan, dia mengatakan bahwa si “SeLi”
telah mengetahuinya. Perasaanku semangkin takut, gelisah, dan
khawatir…ingin rasanya aku berlari jauh dari persoalan ini, tapi ini
adalah kenyataan yang harus aku hadapi, aku harus mampu melewatinya.
Besoknya, aku mulai memperhatikan sikapnya, aku mencoba melihat dari
sikapnya apakah dia benar-benar telah mengetahui tentang hal itu.
Dan…sepertinya dia telah mengetahui tentang hal itu, akupun semangkin
sangat khawatir, aku sudah tidak tahu lagi apa yang aku rasakan saat
itu, lengkaplah sudah semua perasaan menderita karena cinta, khawatir
apakah si “SeLi” telah mengetahui tentang hal itu dan rasa takut karena
tidak lama lagi adalah hari Ultahnya, dimana saat itu, dia akan
mengatakan perasaannya kepada “SeLi”. Aku telah pasrah, aku tidak tahu
apa yang akan aku lakukan, aku hanya bisa berdiam diri dan menangis, aku
salalu berusaha agar aku tidak menangis…tetapi rasa perih dibatin ini
tidak mampu menahan air mata ini. Sekalipun 3 hari lagi adalah Ultahnya,
aku sama sekali tidak merencanakan apapun. Yang hanya ada dipikiranku
adalah apakah tgl 3 tersebut akan menjadi hari terakhirku untuk menaruh
harapan kepadanya?? Ataukah…aku masih memiliki harapan dilain
kesempatan??….
Hari ini, aku hanya sendiri, tak seorangpun mengerti apa yang aku
rasakan, aku hanya bisa menitikan air mata ini berlahan… Sambil memohon
kekuatan dari Tuhan untuk menghadapi kenyataan pahit yang akan aku
terima, aku mencoba menceritakan kepada salah seorang temanku, yang
telah mengetahui apa yang aku rasakan disaat ini. Namun, merekapun tidak
bisa memberikan penghiburan kepadaku, aku semangkin tidak kuat,
akhirnya aku pergi kekamar kecil, dan aku mencoba menuangkan segalanya
yang aku rasakan. Yah…hanya sendiri, tanpa siapapun… Ketika diasrama,
aku mencoba menenangkan diri dan tetap menunjukan sikapku seperti biasa,
tertawa dan tersenyum…sekalipun hati ini sedang terluka…tapi, aku tidak
boleh terlihat sedih dihadapan mereka. Sekalipun kenyataannya pahit,
aku harus siap menerima kenyataan bahwa 3 hari lagi adalah saat aku
harus merelakan hati ini, saat aku harus membunuh persaan ini, dan saat
aku harus mengakhiri segalanya…. Aku akan berusaha semampuku untuk
mencoba tetap tegar, yah…tgl 3 adalah hari ultahnya. Kali ini aku tidak
ada keberanian untuk merencanakan memberikannya sesuatu.
Malam ini, anak asrama kembali belajar seperti biasa. Rasa takut yang
aku rasakan kini semangkin terasa, besok tibalah saatnya “Beno” akan
menyatakan perasaanya kepada “SeLi”. Bahkan teman-teman mereka mendukung
hubungan mereka. Itu pertanda harapanku kepadanya semangkin pupus. Aku
tidak dapat belajar dengan tenang, malam itu yang dapat aku lakukan
hanya menulis yang tidak penting dan mencorat-coret kertas. Rasa emosi
yang keluar dari dalam diriku saat itu sudah tidak dapat aku bendung,
tak ada tempat mengadu, dan juga tak ada yang peduli. Setelah belajar,
aku melirik kearah “SeLi” dan aku melihat dimejanya sebuah kotak yang
berisikan jam tangan. Namun, aku berusaha tegar, aku tahu sekalipun aku
menangis darah, aku harus tetap menerima kenyataannya besok apapun yang
akan terjadi. Malam ini, aku tidur lebih awal dari biasanya. Aku
berusaha tenang.
Pagi ini, aku tidak dapat belajar… aku hanya melihat kearah “SeLi”.
Aku tidak sanggup membayangkan kenyataan yang akan aku terima. Seluruh
organ tubuhku seolah tidak dapat berfungsi dengan baik, aku terdiam
kaku. Sampai tiba disekolahpun, aku tidak banyak berbicara, aku hanya
diam dan menyendiri. Ingin rasanya aku lenyap ditelan bumi. Aku menuggu
kabar yang akan terjadi hari itu tanpa dapat berbuat sesuatu apapun.
Kabar itu semangkin kuat terdengar olehku…tapi…apa yang dapat aku
perbuat??? Aku tidak bisa menghalangi sang waktu berjalan. Tanpa terasa
waktu telah berlalu, kini aku telah berada diasrama lagi. Aku langsung
istirahat dan tidak banyak bercanda dengan teman-temanku. Tubuhku serasa
telah siap untuk mati. “SeLi” juga telah tiba di asrama. Aku tidak
melihat raut wajah senang diwajahnya, wajahnya biasa saja. Aku
bertanya-tanya dalam hati, apa yang telah terjadi??? Kemudian, aku
bertanya kepada teman sekelasnya, yang juga mengetahui apa yang aku
rasakan. Ternyata…..jawaban yang diberikan temanku itu seperti sebuah
mimpi, dia mengatakan tidak ada terjadi “Penembakan” antara “SeLi” dan
“Beno”. Seperti biasa, apapun yang aku alami, tidak ada seorangpun yang
tahu, terkecuali beberapa orang saja. Yah!!! Aku senang…. Aku tahu,
mungkin kamu berfikir aku adalah teman yang jahat. Aku tidak peduli apa
kata orang lain. Jujur, aku tahu tidak sepantasnya berbuat seperti itu
kepada “SeLi”, Tapi, ini bukanlah yang ku inginkan…jika seandainya dari
awal aku tahu, aku tidak akan seperti ini kepada mereka. Jikapun
seandainya mereka bisa kembali, aku juga akan merasa senang. Karena aku
tidak ingin melihat “Beno” merasakan apa yang aku rasakan ini. Rasa ini
sangat sakit. Tapi, aku tidak dapat menyembunyikan perasaan senang ini.
Namun, aku berfikir mengapa mereka tidak jadi CBLK??? Sekalipun aku
senang, namun aku tidak ingin mereka melakukan hanya karena “Beno”
menjaga perasaanku, aku tidak ingin dia menahan perasaanya hanya karena
aku hadir diantara mereka. Karena, jika itu aku lakukan, berarti aku
mencoba untuk membuatnya tersiksa. Aku tahu, dia sayang banget dengan
“SeLi”. Dan aku juga tahu, aku tidak akan bisa menggantikan posisi
“SeLi” dihatinya. Apa yang ada pada “SeLi” tidak ada padaku, kecantikan,
kepintaran, dan kebaikkannya, telah mampu menarik hati “Beno”,
sementara aku?? Lalu, aku kembali berfikir, apa yang menyebabkan “SeLi”
tidak mengatakan persaannya?? Aku mulai sadar, ternyata sikap “SeLi”
telah jauh berubah kepadaku, dia seolah-olah tidak menggapku ada. Tidak
seperti dulu. Ada apa ini?? Apakah dia memang telah mengetahuinya??
Namun sikapnya membuat aku semangkin yakin kalau dia telah mengetahui
persaanku terhadap “Beno”. Sebab, biasanya dia selalu menyapaku lebih
dulu jika aku melewatinya, tapi kini hanya aku yang selalu memulai
menyapanya. Aku merasa ini bukan sikap dia biasanya. Seperti sore itu,
ketika anak-anak asrama waktunya mandi, aku sengaja lewat didepannya
untuk melihat reaksinya dan…benar, dia mengabaikan aku begitu saja,
hatiku berharap kalau penyebabnya bukan karena dia telah mengetahui
segalanya melainkan karena dia memiliki masalah lain. Namun, aku
semangkin bertanya-tanya, mengapa dia seperti itu, karena aku penasaran,
aku coba menanyakan perubahan sikap “SeLi” kepada teman-teman yang
telah mengetahui apa yang aku rasakan. Sebagian dari mereka ada yang
mengatakan kalau sikapnya memang demikian, dan anak-anak yang lain ada
yang mengatakan kalau aku sebaiknya berterus terang, karena menurut
mereka suatu saat dia pasti akan tahu juga. Aku mulai merasa sedikit
gelisah, dan sedikit panik. Dengan berbagai pertimbangan dari beberapa
teman-teman, akhirnya aku beranikan bertanya kepadanya ketika dia lewat
menuju kelantai atas dan aku menuju kamar mandi yang ada dilantai dasar.
Kami berbicara ditangga. Saat aku ingin mengeluarkan kata-kata, terasa
sulit, aku tidak berani menatap matanya. Aku merasa malu, aku yang dia
kenal dulu adalah teman yang berniat ingin menyatukan mereka dan aku
juga teman yang sering berbagi cerita tentang masalahku kepadanya,
justru menaruh rasa dengan pria yang sama. Tetapi, karena aku sudah
mengambil keputusan agar aku mengakuinya, akupun mencoba mengeluarkan
kata-kata dengan berani,”SeLi”, apakah kamu sudah mengetahui mengenai
masalahku??”. Dengan memasang wajah yang seolah-olah tidak tahu masalah
apa yang terjadi, dia mencoba menanyakan kepadaku kembali tentang
masalah apa yang aku maksudkan. Aku yang telah mampu membaca pikirannya,
mengetahui maksud tujuan dari pertanyaan itu bahwa dia menginginkan
agar aku mengaku dengan bibirku sendiri bukan dari orang lain. Akhirnya,
dengan menarik nafas panjang, akupun seolah tidak ada beban,
menceritakan dengan gamblang tentang perasaanku kepada “Beno”. Kamu tahu
apa tanggapannya??? Dia mengatakan, “Yoda ambil aja dia, yu….aku dah
putus ama dia kok dan aku dah gak suka lagi sama dia. Lagian, kenapa she
kamu mau sama dia?? Item gitu, jelek lagi….”. Yah!!! Itulah kata-kata
yang keluar dari bibirnya saat itu. Jika kamu berada diposisi aku, apa
yang kamu rasakan??? Senang atau kamu benci dengan sikap dia???…. Kalau
aku saat itu, aku merasa senang, karena aku tidak ada beban dan tidak
ada masalah lagi dengan dia. Tetapi, dia adalah seorang wanita dan
demikian juga aku, aku tahu apa yang sedang dirasakannya saat itu,
walaupun dia berkata tidak suka lagi terhadap pria itu, tapi aku yakin
hati kecilnya masih menyimpan rasa itu. Walaupun demikian, aku masih
merasa sedikit tidak enak terhadapnya, aku takut kalau dia membohongi
perasaanya. Oleh karena itu, sewaktu anak asrama waktunya belajar malam,
aku tidak belajar, tetapi aku menuliskan cerita sejak kapan dan
bagaimana aku bisa suka kepada ”Beno” dan setelah itu aku menyuruhnya
membaca tulisan itu. Namun, aku tidak tahu bagaimana sebenarnya dia
menanggapi isi tulisan yang aku kasih kepadanya, yang aku lihat dari
rawut wajahnya sepertinya dia tidak terlalu merespon, tapi, aku tahu apa
yang dia rasakan. Tetapi, aku selalu saja merasa tidak enak kepadanya,
aku kembali meyakininya setelah selesai belajar malam aku mengajaknya
ngobrol berdua dan menceritakan bahwa aku benar-benar tidak tahu
ternyata pria yang aku sukai itu adalah mantannya. Malam itu, dia
menangis ketika aku menceritakan semuanya, aku tidak tahu itu air mata
apa, yang jelas dia berkata sambil menangis “Kenapa kau tidak bilang,
yu??” Disaat itu aku berfikir, mungkin dia baru menyadari kalau aku
sering menangis karena menahan perasaan ini. Yah aku tidak tahu dengan
jelas sebab mengapa dia menangis. Tapi, aku tetap tersenyum
dihadapannya, sekalipun itu pahit bagiku, aku tidak ingin dia merasakan
rasa sakit yang aku rasakan, aku ingin dia tetap melihat aku sebagai
wanita yang selalu tegar dan bersamangat bukan sebagai wanita yang lemah
hanya karena seorang pria. Aku juga mengatakan kepadanya kalau aku
sudah berjanji pada diriku, agar aku menjauh darinya, dan aku juga
mengatakan kepadanya bahwa hubungan aku dan “Beno” sudah tidak seperti
dulu lagi. Aku sudah tidak bercanda dan saling sapa dengan “Beno”. Aku
mengatakan kepadanya,”Sebaiknya kalian jadian, karena kita hanya tinggal
beberapa bulan lagi bersama-sama, kamu seharusnya membuat kenangan yang
indah bersama dia dimasa SMA ini, jangan pikirkan tentang persaan ini,
karena aku sudah tidak akan pernah berbicara lagi ama ”Beno”, dengan
seperti itu aku bisa melupakannya.” Jawabnya,” Gak yu, aku dah gak suka
lagi ama dia.” Kau ajalah yang sama dia, dia baik kok. Sekalipun dia
mengatakan seperti itu, aku yakin itu bukan dari hatinya. Mulai saat
itu, aku berusaha menjauh dari “Beno” karena aku merasa sudah tidak ada
artinya aku menjadikan “Beno” menjadi milikku. Jika, mereka menegur, aku
cuek, aku selalu berlari dari mereka. Aku tahu, mereka sengaja mendekat
dan ingin ngobrol ama aku, tapi mereka tidak tahu, yang aku lakukan ini
hanya demi kebaikan hubungan mereka. Setiap saat, aku hanya bisa
menyaksikan kedekatan hubungan mereka, menangis, dan menangis…. Yah, aku
rela, asal mereka bisa bersatu dan membuat kenangan indah.
Pada sore harinya…………
Eits!! Ceritanya sampai disini dulu yah…..berhubung waktunya hanya 1
bulan, aku menjadikan cerita ini menjadi “CerBung”…. Sebenarnya
ceritanya masih panjang, tetapi waktunya terbatas, kalau kamu penasaran
dengan kelanjutannya….. Kalau ada kesempatan lagi, aku akan
melanjutkannya…
Okay teman-teman?? CaiyOooooo^^
Tunggu Cerita selanjutnya……………………..^^
Blog kamu sudah saya follow
ReplyDeletehttp://infoku-bloggerku.blogspot.com/
silakan di follow back