Cerita Bersambung For My Love

Mungkin, ada banyak orang yang dalam hidupnya telah mengalami berbagai jenis pengalaman. Demikian halnya juga kamu yang sedang membaca diary terbuka ini. Aku tidak tahu dan bahkan tidak akan pernah mengetahui hal apa yang telah kamu alami. Akan tetapi, yang ingin aku bagikan ditiap lembaran ini, bukan mengenai kamu atau orang lain. Lembaran demi lembaran pada kertas ini akan menceritakan sebuah kisah nyata yang telah aku alami sendiri yaitu mengenai kisah “Cinta” atau dengan bahasa asing yang sering kita dengar yaitu “Love”. Tentunya sebagian besar orang telah mengenal dan bahkan mungkin telah mengalami apa dan bagaimana rasanya jatuh cinta itu. Namun, apa yang kamu telah alami belum tentu sama dengan apa yang telah aku alami, dan kemungkinan juga ada yang mengalami hal yang sama dengan kisah ini. Bagi kamu yang telah mengalami kisah yang sama dengan aku, aku memahami apa yang kamu rasakan saat ini, mungkin kamu ingin sekali marah, ingin bunuh diri, berteriak, menangis sejadi-jadinya, atau bahkan rasanya kamu ingin membunuh orang yang menyakiti perasaan kamu. Apapun dan bagaimanapun yang kamu rasakan dikala itu, demikian pulalah apa yang telah aku alami. Memang, sejujurnya apa yang aku alami saat itu telah lama berlalu. Untuk itu, aku harap kamu membaca kisah ini sampai habis ya… Karena, setiap lembarnya akan membuat kamu teringat akan masa-masa sewaktu kamu pernah mengalami rasa suka terhadap orang pertama. Dan bagi yang belum merasakan apa dan bagaimana rasanya bahagia dan sakit hati ketika kita menyukai lawan jenis kita, aku harap, dari kisah ini kamu bisa mengambil hikmahnya dan jangan pernah terjadi seperti apa yang telah aku alami ini ya… Pastinya, bagi yang saat ini sedang merasakan hal yang sama, jangan ikutin cara aku yah, cara yang aku lakukan ini adalah cara yang membuat diriku sendiri hancur, sakit dan tersiksa. Ok???
Baiklah, kisah yang sangat menyakitkan perasaan aku dikala itu, berawal di saat aku masih duduk dibangku SMA, tepatnya pada kelas XI semester 1. Seperti yang aku katakan diatas, setiap orang pasti akan pernah mengalami jatuh cinta dan perasaan tertarik terhadap lawan jenis. Tanpa terkecuali, setiap manusia yang normal, baik itu kamu, tua, muda dan bahkan anak SMP juga, mengalami hal itu. Bagi kita, mungkin hal itu telah tidak asing lagi. Ya, sama seperti kalian, sebagai wanita yang normal aku juga merasakan hal yang sama dengan kalian. Akan tetapi, aku yakin apa yang aku alami ini berbeda dengan apa yang dialami oleh banyak orang. Saat itu…, aku diam-diam mengagumi seorang pria yang berasal dari sekolah yang sama denganku, dimana pria tersebut sama sekali tidak aku kenal, aku juga tidak tahu dia anak kelas berapa, dimana ruangan kelasnya, bahkan namanyapun tidak aku ketahui. Anaknya sih biasa saja, dan sampai saat ini pun aku tidak tahu mengapa dulu aku menyukai dia. Jatuh hati pada pandangan pertama itu, terjadi ketika suatu hari ia sedang bermain bola basket dengan teman-temannya dilapangan bola basket yang berada tepat didepan sekolah kami. Sedangkan posisiku saat itu, sedang berdiri dilantai 2 tepat didepan kelasku dan menghadap kearah lapangan bola basket tempat dimana mereka sedang bermain. Suasana yang terjadi saat itu, sewaktu sepulang sekolah. Seperti biasanya, sesaat sebelum pulang aku pasti akan selalu berdiri diposisi itu dan bercanda terlebih dahulu dengan teman-teman sekelas yang akan beranjak pulang. Namun, berbeda halnya pada saat itu, sebelum kembali ke asrama, aku melihat permainan bola basket yang sedang iseng dilakukan oleh beberapa orang anak laki-laki SMA dimana permainan itu sebelumnya tidak pernah dilakukan. Ketika itulah, tanpa sengaja pandanganku tertuju kepada salah seorang anak pria diantara pemain yang lain. Pembawaan bola yang santai, dan saat ia tertawa, mampu membuat aku terjerat kepada perasan yang tak jelas. Tetapi, perasan ini aku pendam dalam hati dan tidak ingin ada seorangpun yang mengetahui perasanku ini. Ketertarikanku kepadanya membuat aku tidak bisa untuk berhenti memandangnya. Bahkan, sampai aku berada diasrama juga, aku kembali memperhatikannya dari lantai 2 tepat dimana kamarku berada. Aku tidak tahu apakah ada anak asrama lain yang mencurigai pandanganku. Akan tetapi, aku berpura-pura tidak mengetahui bagaimana penilaian mereka terhadap aku. Yang jelas, ketika perasaan itu muncul, bayangannya selalu hadir disetiap kegiatan sehari-hariku. Dan, benar-benar sangat mengganggu aktivitasku. Lalu, akhirnya akupun berniat untuk berhenti memikirkannya dan berusaha untuk focus kepada aktivitasku, akan tetapi tidak semudah yang aku bayangkan, ia tidak mampu hilang dari pikiranku. Perasaan ini berlanjut terus hingga semester 2. Bahkan sampai aku menduduki bangku kelas XII. Namun seperti pepatah mengatakan “ Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh pula “. Yah! Itulah yang aku alami. Tingkah laku, penampilan, dan pandanganku mampu membuat teman-teman sekelilingku, khususnya teman sekelasku, merasakan apa yang sedang terjadi pada diriku. Akan tetapi, aku terus mencoba untuk tidak memberi tahukan mereka. Sekalipun mereka meledeki, atau menggodai dengan nada meledek, tidak mampu membuat aku untuk berterus terang. Suatu hari, sepulang sekolah aku bermain dengan sahabatku yang bernama “Jeni”(Red: Samaran), setiap sepulang sekolah aku selalu menjemput dia dikelasnya untuk pulang bersama-sama ke asrama. Seperti biasa, kami tidak langsung pulang akan tetapi bermain-main dahulu dengan teman sekelasnya. Dan dengan begitu, semangkin lama aku pun mulai merasa dekat dengan teman sekelasnya.
Itulah yang terjadi disaat itu, teman-teman sekelasku telah mampu menebak, namun aku selalu menutup diri. Seperti yang aku ceritakan sebelumnya, aku juga punya seorang sahabat saat itu, yaitu berinisial “Jeni” tadi, dia berada dikelas yang berbeda dengan aku. Walaupun kami selalu bersama-sama namun dia juga tidak tahu apa yang sedang aku rasakan. Aku senang berteman dengan dia, sebab dia punya banyak teman. Bahkan ia juga punya banyak teman yang berasal dari kelas yang berbeda, baik anak IPA, adik kelas ataupun kakak kelas. Kami berdua berada ditempat tinggal yang sama, yaitu asrama. Letak asrama dan sekolah hanya dipisahkan oleh 2 buah lapangan bola basket tersebut.
Agar kamu bisa membayangkan posisi letak dalam setiap cerita ini, ada baiknya aku menjelaskan bentuk lokasinya. Sekolah dan asrama kami berbentuk persegi. Jika kita melihat dari halaman depan sekolah, kita akan melihat sebuah lorong yang merupakan pintu utama dari sekolah yang diantarai oleh dinding sekolah SMP dan dinding asrama, sedangkan bangunan yang ada diatas adalah sambungan kelas dari sekolah SMP. Setelah masuk kedalam halaman sekolah (tanpa merubah posisi kita disaat masuk), bangunan disebelah kanan, adalah bangunan gedung TK yang bersatu dengan asrama, sehingga membentuk siku-siku antara TK dan asrama sedangkan dihadapan bangunan gedung TK, adalah bangun SMP yang bergabung dengan SMA dan dipisahkan oleh tangga untuk menuju lantai 2 & 3, didepan bangunan asrama adalah kantor KepSek yang dimana bangunan tersebut ada 4 lantai. Dan ditengah-tengah bangunan tersebut ada dua buah lapangan basket yang hanya terpisah dengan jarak 1 m , yang salah satu ringnya tepat didepan TK dan yang lain tepat berada didepan tangga yang membatasi SMP dan SMA. Disudut siku-siku antara bangunan tempat KepSek dan TK terdapat tangga yang menuju ke lantai 2,3,& 4. Akan tetapi, tangga tersebut tidak terlihat dari pintu utama, selain ada tangga, juga disudut tersebut terdapat juga lorong pintu belakang. Jadi, jika dideskripsikan, posisi pintu utama dan pintu belakang adalah membentuk silang. Demikianlah gambaran lokasi yang akan berkaitan dengan cerita ini.
Selain aku memiliki sahabat berinisyal “Jeni”, aku juga memiliki teman yang bernama “SeLi”(Red: Samaran) dia juga tinggal bersama denganku diasrama. Dia adalah wanita yang cantik, tinggi, putih dan pintar. Apa yang dikagumi setiap pria dari pribada wanita ada pada dirinya, tidak seperti aku, jika dibandingkan antara aku dan dia, jelas…dialah yang lebih baik daripadaku. Disaat kami masih duduk dibangku kelas XI, dia berada dikelas XI IPA bersama dengan pria yang aku kagumi sedangkan aku saat itu kelas XI IPS. Saat kami masih duduk dibangku X dia dikabarkan berpacaran bersama seorang pria teman sekelasnya, namun hubungan mereka tidak berlangsung lama, akhirnya mereka putus tepat saat kenaik-naikkan kelas, kekelas XI. Aku mengetahui hubungan mereka, sebab temanku itu “SeLi” pernah mengatakan dan bahkan tidak sedikit anak asrama yang se-angkat-an dengan aku mengetahui tentang hubungan mereka. Dan semenjak hubungan mereka berakhir, hubungan mereka sudah tidak terdengar lagi. Namun, aku sering mendengar kabar angin bahwa mantan pacarnya tersebut ingin “CLBK (Red: Cinta Lama Bersemi Kembali)”. Namun, sampai saat itu aku belum juga mengetahui siapa nama pria tersebut, sehingga saat itu aku tidak terlalu memperdulikan bagaimana kelanjutan hubungan mereka, karena disaat itu aku hanya sibuk dengan perasaanku.
Akhirnya berkat pergaulan sahabatku, Jeni, yang cukup luas, setelah 2bln kami lalui tahun ajaran baru di kelas XII, aku bisa bergabung dengan anak-anak yang sering bermain basket di lapangan sekolah. Itulah pertama kalinya aku diajak bergabung untuk bermain bola basket dengan mereka, tanpa adanya perkenalan aku langsung bermain, akhirnya aku belum mengetahui siapakah nama anak-anak yang bermain bola basket yang bersama-samaku saat itu, aku cuek dan hanya ikut-ikutan saja. Pada saat itu, setelah agak lama bermain, aku mendengar pria yang aku kagumi meledek aku dengan sebutan “Cekot” karena setiap kali aku ingin memasukan bola, tetapi selalu saja tidak masuk, sedikit kesal namun aku senang juga, karena ternyata yang meledeki aku dengan sebutan “Cekot “ itu adalah pria yang aku kagumi. “Akhirnya, akupun bisa mendengar suaranya dengan jelas”, batinku berkata. Setalah berkali-kali kami bermain bola basket bersama, aku mulai mengetahui nama mereka satu-persatu, sedangkan pria yang aku kagumi tersebut aku hanya memberi dia dengan julukan yaitu “ngences”. Penyebabnya adalah ketika semua anak sekolah mengikuti sebuah acara pertemuan sekolah, aku mendapati pria yang aku kagumi sedang duduk bersama teman-temannya, mereka adalah se-genk yang mereka beri nama “Whose The Man”, ketika didalam acara tersebut sedang memberikan ceramah, aku melihat kembali kearah mereka, ternyata dia sedang tertidur, sejak saat itu, aku memberi julukan padanya “Ngences”. Hahaha….sangat lucu sekali bukan? Akan tetapi tidak seorangpun yang tahu betapa senangnya aku, karena dia mulai mau bercanda dengan aku. Semangkin hari perasaan ini tak bisa aku bendung. Perasaan ingin mengetahui siapakah nama pria tersebut telah lama aku inginkan, namun aku tidak memiliki keberanian, karena aku takut teman-teman akan mengetahui tentang perasaanku dan mereka akan meledeki aku lebih parah, setelah itu apa yang akan terjadi antara hubungan pertemananku dengan dia??? Pastinya akan hancur. Itulah kejadian yang tidak akan pernah aku inginkan, aku berpikir lebih baik aku memendam perasaan ini, yang penting hubunganku dengan dia tetap membaik. Kemudian, seiring berjalannya waktu, aku mencoba untuk mengetahui siapa nama pria tersebut. Akhirnya, aku beranikan diri untuk menannyakannya kepada sahabat aku yang berinisyal “Jeni” itu. Dan diapun memberitahukannya. Setelah dia memberitahukan siapakah orang yang telah mampu membuat aku bertekuk lutut dihadapannya, aku terdiam sejenak, tubuhku bagaikan disambar petir, aku merasakan pikiranku mulai kacau, bingung, takut, gelisah, dan seolah-olah aku tak mampu berdiri tegak. Ternyata…tanpa aku sadari selama ini nama pria yang aku kagumi selama lebih kurang 1thn 2 bln itu, adalah nama yang telah tidak asing lagi terdengar olehku, namanya pria tersebut adalah nama mantan dari temanku yang bernama “SeLi”, nama pria tersebut adalah bernama “Beno”(Red: Samaran). Aku tidak mampu lagi menahan perasaan ini, aku ingin sekali meneriakan kekesalanku dan ketololanku!! Namun bagaimanapun perasaanku saat itu, aku berusaha untuk bersikap biasa dan menjaga perasaan agar tetap tenang, aku tidak ingin sahabatku mengetahui perasaanku dengan melihat perubahan sikapku. Kemudian, aku pergi meninggalkan dia dengan alasan ingin beristirahat ke asrama. Setibanya dikamar, aku menangis, aku mencoba meluapkan segalanya dan berusaha untuk menenangkan diri. Dengan seluruh tenagaku yang masih tersisa, aku mencoba untuk kembali bersikap seperti biasa. Untuk menutupi perasaanku saat itu, aku tetap mencoba untuk terus merahasiakan hal ini, aku dan “SeLi” telah berteman sejak duduk kelas X bahkan kami tinggal disatu atap. Untuk itu, aku tidak ingin pertemanan kami hancur karena persoalan perasaanku ini. Demikianlah halnya kepada “Beno”, aku tidak ingin hanya karena rasa sukaku kepadanya membuat hubungan pertemanan kami menjadi hancur. Untuk itu, aku berusaha untuk melupakan dia dari pikiranku dan memperlakukan dia sama seperti perasaanku kepada teman-temanku yang lain. Tetapi…… (Arrghhhhh!!! Kenapa sulit sekali?!!) Itulah jeritan yang keluar dari dalam batinku setiap kali aku ingin melupakannya dari pikiranku. Hari demi hari terus beralalu, namun aku bukan semangkin melupakannya justru aku semangkin suka kepadanya. Aku semangkin tersiksa menanggung perasaan ini seorang diri. Kemudian aku memutuskan untuk menceritakan masalah terberatku ini kepada salah seorang dari teman sekelasku dengan harapan dia mampu memberikan saran atas apa yang aku rasakan, tentunya dengan perjanjian, agar dia tidak menceritakan kembali kepada orang lain setiap apa yang aku ceritakan kepadanya. Namun, perasaan ini bukan semangkin berkurang justru semangkin besar hasratku untuk menjadi miliknya. Tetapi, semangkin hari aku mulai menyadari, bahwa aku tidak sepantasnya memiliki pria yang pernah menjadi kekasih hati dari teman satu atapku sendiri. Karena aku tahu, sekalipun dia telah menjadi mantan dan dibibirnya mengatakan tidak akan pernah menyukainya lagi, namun…persaan sayang dan suka pasti masih tersisa dihatinya, dan itu tidak akan bisa dibohongi. Akhirnya, aku memutuskan dalam hati untuk tetap menganggap pria tersebut sebagai teman sebagaimana biasanya. Namun, semangkin aku berusaha untuk mematikan perasaan ini, aku merasa seolah-olah aku telah menyayat-nyayat tubuhku sendiri dengan pisau. Sungguh terasa pedih dan sakit. Apalagi suatu ketika, aku mendapatkan berita yang tidak baik tentang dia, yaitu kabar bahwa “Beno” ingin menjalin hubungan baik dengan “SeLi”, kembali membuat luka dihati ini semangkin parah. Saat itu, aku sudah tidak tahu lagi apa yang ingin aku lakukan. Aku hanya bisa menangis dan menangis, namun saat itu aku sadar, menangis bukanlah jalan untuk bisa menyelesaikan persoalan. Padahal, engkau tahu, saat itu hubungan aku dan “Beno” semangkin lama, semangkin dekat dan kami sering berpapasan dan bahkan saling bercanda. Dan tak jarang, dengan hati yang tersayat-sayat aku berniat untuk membantu mereka kembali bersatu. Aku tahu, aku tidak akan sanggup apabila aku melihat mereka nantinya selalu bersama, tetapi ini harus aku lakukan agar pertemanan kami tidak pernah berakhir. Aku tidak ingin menjadi pengahalang bagi mereka. Mulai hari itu, aku mulai mencoba menyampaikan salam antara mereka berdua. Dan, aku juga sering menggodai mereka agar mereka bisa dekat kembali atau minimal aku bisa membantu mereka untuk menjalin hubungan baik seperti yang mereka inginkan. Selain ingin mempersatukan mereka, aku juga berharap, dengan melakukan demikian, perasaanku terhadap dia bisa hilang. Waktu terus berlalu, namun semangkin lama aku mencoba untuk membohongi perasan ini, aku semangkin terasa tersiksa, dan beban yang ada didalam diriku semangkin berat aku rasakan. Jika seandainya aku bisa berlari dari kenyataan pahit ini, aku akan berlari sejauh mungkin dari hadapan mereka, dan aku ingin menemukan suatu tempat yang bisa membuatku menyembuhkan luka ini. Tapi, tempat itu tak pernah aku temukan. Aku hanya mampu mengobati luka batin ini hanya lewat kata-kata yang aku tuangkan didalam lembar kertas yang kosong dan tiap kata yang keluar selalu disertai tiap tetes air mata. Tak seorangpun yang bisa merasakan betapa menderitanya aku menahan tiap luka yang ada dibatin ini.
Yah… Terluka, tersiksa, dan tercabik-cabik itulah perasaanku saat itu. Bukan bermaksud melebih-lebihkan, tapi memang itulah yang aku rasakan. Aku tahu, beberapa orang dari anak asrama telah menyadari perubahan sikapku, mereka sudah tidak bisa untuk aku bohongi. Hingga suatu hari, karena aku merasa sudah letih menahan ini semua, akhirnya aku pun membagikan apa yang aku rasakan kepada seorang teman sekamarku yang bernama “Nike”(Red: Samaran). Dan, ternyata dia merespon baik dan mau terbuka terhadapku bahkan dia juga mau menceritakan bagaimana dulu hubungan antara si “SeLi” dan “Beno” ketika kelas X hingga pada akhirnya mereka putus. Selain itu, Nike juga mengatakan kepada aku kalau “SeLi” memang sudah tidak suka lagi dengan “Beno”. Dan dia juga menyarankan agar aku menanyakan kepada si “Heti”(Red: Samaran) yang juga teman sekamarku yang mengetahui bagaimana kedekatan hubungan si “SeLi” dan “Beno”. Akhirnya, tanpa pikir panjang, aku langsung menemui si “Heti” yang sedang berada ditempat tidurnya. Akhirnya, aku mempunyai cukup banyak informasi yang membuat aku sedikit lega, antara lain: Ternyata semenjak mereka putus si “Beno” mencoba sebanyak 3x untuk menjalin hubungan mereka lagi, namun si “SeLi” sudah tidak menyukai si “Beno” lagi, kemudian aku juga mendapatkan informasi kalau ternyata ulang tahun “Beno” jatuh pada tanggal 3 maret, selain itu informasi yang sangat melegakan pikiranku adalah ternyata si “SeLi” belum mengetahui perasaanku. Berkat informasi yang diberikan si “Nike” dan “Heti” membuat aku bisa berpikir lebih tenang tanpa ada yang perlu aku khawatirkan, dan akupun juga bisa menikmati aktivitas yang biasa aku lakukan. Setiap hari jika aku ingin berangkat kesekolah aku pasti selalu bersemangat, sebab disekolah aku bisa melihat dia dengan puas. Bukan hanya rasa senang, setiap kali aku melihat dia, tanpa aku sadari aku akan tersenyum dan apabila aku berada dekat dia atau berpapasan dengannya aku tidak tahu entah mengapa hati ini terasa sangat senang. Baik belajar di asrama, ataupun sekolah, yang ada dipikiranku adalah hanya ingin selalu melihatnya. Entah sudah berapa banyak puisi yang telah aku tuliskan untuk menggambarkan perasaanku. Hhhhaa…..saat itu adalah saat yang terindah bagiku. Persaan senang itu, membuatku berpikir untuk memberikannya sesuatu disaat Valentine.
Hari itu masih hari selasa, sedangkan keesokan harinya adalah Hari Valentine, yaitu hari yang ditunggu-tunggu setiap orang, tepatnya pada hari Rabu, 14 Februari 2007. Pada bulan itu kami sudah mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi UAN. Tanggal itu selalu ditunggu-tunggu oleh setiap orang untuk menuangkan rasa kasih sayang kepada orang yang mereka sayangi. Pada malam hari anak-anak asrama telah mempersiapkan semua untuk menyambut hari esok dengan hati yang gembira, namun tidak demikian halnya dengan aku, rasa takut, bingung dan bimbang menghantui perasaanku, rencana yang telah aku persiapkan jauh-jauh hari, masih ragu-ragu untuk aku lakukan. Tetapi, hatiku tetap bersih keras ingin melakukan hal itu. Bahan yang aku butuhkan telah aku siapkan, hanya tinggal aku kerjakan, berlahan-lahan dengan keberanian yang kuat, dan dengan hati yang telah siap dengan segala resiko, aku mulai membungkus cokelat itu. Didalam bungkusan cokelat itu, aku menuliskan kata-kata yang berisikan:
“ Ben, aku harap kamu tidak menolak cokelat ini, aku tidak memiliki maksud apa-apa
aku hanya ingin mengatakan bahwa aku suka sama kamu, tapi kamu jangan khawatir
aku tidak berharap kok agar kamu membalas perasaanku ini “.
Kurang lebih demikianlah isi surat yang berada didalam cokelat tersebut. Mungkin saat itu aku sudah gila…..yah aku gila melakukan hal itu. Akan tetapi, aku tidak peduli apapun penilaian orang lain kepadaku, yang hanya aku harapkan, dia mengetahui isi hatiku, dan dia sadar kalau ada seseorang yang tulus menyayanginya. Setelah cokelat itu selesai aku bungkus, aku memberikan bingkisan itu kepada temanku yang bernama “Nike” itu. Sebab sebelumnya, aku telah berencana bahwa dia yang akan meletakan bingkisan itu dilaci tempat pria tersebut belajar dipagi hari ketika kelas masih kosong. Sebagai teman, aku percaya kepadanya, dan aku menyarankan agar dia menutupi indentitasku darinya. Aku berharap agar “Beno” mencari tahu sendiri siapa yang memeberinya bingkisan itu. Ketika pulang sekolah, aku merasa, hanya aku saja yang berada disekolah tersebut, sebab sepulang sekolah tanpa basa-basi dengan siapapun aku langsung berlari menuju asrama. Aku ingin menghindar dari pria tersebut, dengan perasaan takut dan gelisah, aku menanti-nati kedatangan “Nike” di asrama. Setelah si “Nike” tiba di asrama, aku langsung meminta dia menceritakan apa yang telah dilakukannya. Setelah mendengarkan ceritanya, aku merasa lega. Karena akhirnya semua berjalan sesuai dengan rencanaku. Akupun, bisa beristirahat siang dengan tenang untuk mengembalikan tenaga agar aku bisa berangkat les sore harinya dengan semangat. Karena, sore harinya aku harus kembali lagi ke sekolah untuk mengikuti les tambahan bagi kelas XII yang akan menghadapi UAN.
Tanpa terasa, jam telah menunjukan jam setengah 3 sore, saatnya berangkat ke sekolah. Ketika aku hendak melintas dari asrama ke sekolah melalui lapangan bola basket, aku mendengar suara salah seorang dari beberapa anak SMA yang sedang duduk didekat tangga yang membatasi SMP dan SMA, dengan mengatakan “Kok aku tidak dibagi coklat??”. Aku mulai menyadari itu adalah suara “Genzo”(Red: Samaran), dia adalah salah seorang teman si “Beno”. Sejenak aku terkaget. Aku panik, dan aku merasa tidak mampu lagi untuk menutupi perasaan ini, hal itu membuat aku hampir saja terjatuh karena tersandung oleh batu, kemudian dengan sedikit berlari aku langsung naik kelantai atas menuju kekelas melalui tangga yang berada di sudut siku-siku yang membatasi TK dan SMA. Bahkan, sesampainya aku dilantai 3, aku masih melihat mereka berada disana, ternyata mereka menyadari bahwa aku sedang melihat mereka, seolah-olah diberi komando, mereka dengan serentak meneriakan kata “Cokelaaaat!!!”. Aku merasa malu kepada mereka, akupun berlari kekelas. Bukan kepada mereka saja aku malu, ternyata teman sekelas mereka telah mengetahui hal itu, dan akupun kembali disoraki, diledeki, bahkan ditertawakan oleh teman-teman sekelasnya. Akibatnya, aku tidak bisa mengikuti les tersebut dengan baik, pikiranku kacau, bahkan akupun tidak bisa berkonsentrasi untuk belajar, berbagai pertanyaan “mengapa, bagaimana, kapan itu bisa terjadi???“ silih berganti datang kepikiranku. Akhirnya sepulang dari les, aku kembali berlari dengan cepat agar aku tidak melihatnya atau dia melihat aku. Setibanya di asrama, aku menanti-nanti kedatangan “Nike”, aku mencoba menanyakan bagaimana sesungguhnya mereka bisa mengetahui indentitasku dengan cepat. Ternyata, “Nike” telah terlebih dahulu memberitahukan indentitasku tanpa seizinku. Akupun, sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Perasaan takut, gelisa, dsb yang aku pikir telah hilang ternyata kini datang lagi. Yang paling sangat membuat aku gelisah adalah apakah “SeLi” juga mengetahui hal ini. Apabila “SeLi” tahu, aku akan sangat merasa bersalah, dan aku tidak ingin dia mengatakan aku adalah teman yang “pagar makan tanaman”. Agar hal itu tidak terjadi, aku berusaha untuk menjauhi “Beno” dan teman-temannya. Dua minggu setelah kejadian itu, entah mengapa aku sering mengalami hal-hal yang tidak masuk akal antara aku dan “Beno”. Ada banyak hal yang sama kami lakukan, contohnya ketika aku memakai baju yang berwarna hitam, dia juga memakai warna baju yang sama. Lalu bukan hanya itu, suatu ketika kami diberi tugas oleh guru untuk mengerjakan soal-soal latihan yang ada dibuku pegangan, disaat aku mengerjakan soal itu, aku membaca ada salah satu soal yang seolah-olah ditujukan kepada aku, dia dan temanku “SeLi” disetiap pilihan soal itu ada yang berkaitan dengan nama kami, kemudian pernah lagi suatu ketika kami bertemu ditempat yang sama tanpa terlebih dahulu membuat perjanjian yaitu ketika aku dan “Jeni” ingin pergi ke tempat doa, ternyata mereka juga datang kesana, padahal mereka katanya telah pergi bersama-sama dengan “SeLi”. Hal itu sangat aneh bagiku. Ada lagi suatu kejadian yang tak akan pernah aku lupakan dan ini satu hal yang sangat…sangat membuatku tersiksa ini terjadi pada tanggal 19 Februari 2007, ini adalah acara khusus Valentine, sesaat sebelum acara dimulai, aku melihat si “Beno” dan si “SeLi” duduk terpisah yang diantarai 5 bangku, aku sangat lega bahwa mereka tidak berdekatan. Namun ketika dipertengahan acara, aku merasa ada hal yang tidak enak aku rasakan, dan aku tidak tahu ada apa, tetapi aku mencoba untuk melihat kearah mereka duduk, aku kaget, ternyata “Beno” tidak ada dibangkunya. Dengan agak santai agar tidak terlihat kalau aku sedang mencarinya, aku coba untuk melirik kearah dimana si “SeLi” duduk. “HAH”!! Ya, aku melihat mereka sedang duduk berdekatan. Betapa kagetnya aku saat itu, namun aku coba untuk menahan perasaan ini, aku coba tenang dan bersikap seolah-olah aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Namun, aku menyadari disaat aku melihat itu, si “Beno” juga sedang melihat kearah aku. Aku tidak tahu harus bagaimana aku bersikap saat itu. Aku ingin rasanya berlari keluar ruangan, aku ingin sekali meneriakan kekesalan itu. Tapi, apalah dayaku aku hanya seorang wanita yang lemah. Acarapun terus berlangsung hingga akhirnya waktu memisahkan kami. Aku tahu, sebenarnya aku tidak berhak marah, aku tidak berhak sakit hati, dan aku juga tidak berhak melarang mereka untuk bersama. Yang aku kecewakan saat itu, temannya yang bernama “Genzo” sebelumnya telah ngobrol banyak tentang dia , bahkan dia juga yang mengatakan kalau disaat acara Valentine itu, mereka tidak akan duduk bareng dengan “SeLi”. Tapi…?? Apa yang terjadi?? Aku kecewa dia telah berbohong. Tapi ya sudahlah, toh aku saat itu berfikir, mengapa aku harus marah?, mengapa aku harus kesal?..mangnya aku siapa. Yah, memang sakit…sakit sekali. Tapi, tak ada yang bisa aku perbuat saat itu. Mulai sejak kedekatan mereka, mata ini terlalu sering mengaluarkan air mata, baik ketika di asrama, maupun di sekolah. Apalagi pada masa itu lagu Kangen Band (Tentang Aku,Kau dan Dia) ketika baru keluar, seolah-olah lagu itu benar-benar diciptakan buat aku. Jika aku mendengar lagu itu, aku pasti akan menitikan air mata. Bukan hanya lagu itu saja, tetapi lagu Rama (Bertahan) dan Republik (Hanya Ingin Kau Tahu). Lagu-lagu itu seolah merasakan apa yang sedang aku alami. Suatu ketika aku berfikir, mengapa ini harus terjadi kepadaku? Mengapa harus akuuuu??? Kalian tahu, sewaktu aku UAN juga, no pesertanya sedikit berbeda dengan aku, saat itu no UANku adalah 2635 sedangkan dia 2365. Semua yang terjadi tanpa kesengajaan itu, seolah-olah menunjukan ada harapan atau kesempatan besar yang dapat aku raih. Aku yang semula mengira itu semua adalah kesempatan yang besar, aku selalu menunggu waktu berharap bahwa aku mendapat balasan perasaan yang telah terlukai olehnya.
Hubunganku dan dia sejak aku memberikan bingkisan valentine, bukanlah semangkin membaik, tetapi justru semangkin memburuk. Dulu sebelum aku mengenal dia, aku adalah anak yang terkenal bawel, ramah, dan suka bercanda disekolah dan demikian juga di asrama. Tetapi kini sikap itu telah hilang dari diriku, perubahan sikap inilah yang membuat teman-temanku mengetahui perasaanku. Bahkan, aku teringat saat Bpk.Siahaan sedang mengajarkan rumus matematika, ia dengan cepat bisa menebak apa yang sedang aku pikirkan. Saat itu aku merasa malu kepada teman-temanku dan terlebih kepada bapak itu. Aku hanya bisa tersipu malu mendengar pernyataan bapak tersebut. Yah! Itu adalah salah satu sikapku yang mulai berubah, aku mulai sering melamun, dan berdiam diri. Beberapa teman-temanku mencoba memberikan solusi, apa yang dapat aku lakukan, tetapi tidak sedikit juga anak-anak sekelasku yang meledeki aku. Aku hanya bisa diam dan tidak dapat berkata apapun jika mereka mulai meledeki aku. Mereka tidak jarang melihat aku menangis jika aku melihat “SeLi” dan “Beno” berdiri bersama didepan kelas mereka. Karena persaan ini terlampau sakit untuk aku tanggung sendiri, akupun berniat untuk mencoba mengakhiri hidupku, tapi…gagal, seolah-olah Tuhan mengatakan bahwa aku masih bisa berharap kepadanya. Pada pagi hari, aku tidak makan diasrama, aku berniat makan di kantin sekolah, lagi-lagi….aku bertemu dengan ia. Hatiku ingin sekali berteriak…”Tuhan, tolong bantu aku keluar dari perasaan ini dan biarkan aku untuk mematikan rasa ini….aku ingin bebas!!!”. Namun, sikapnya lagi-lagi seolah ingin memberikan kesempatan kepadaku, saat itu dia berkata “ Ehemmm…”. Memang aku tidak bisa membohongi diriku saat itu, akupun tersenyum cuek kepadanya, seolah-olah aku tidak menanggapi. Dia tidak tahu, mungkin dia bermaksud baik bagiku…tapi, dia tidak pernah tahu, setiap kata yang keluar dari bibirnya hanya akan membuat aku sakit hati. Akan tetapi, aku tidak ingin menyakitinya, aku selalu menghargai setiap kata yang keluar dari bibirnya, walaupun itu terasa pahit. Kini aku dan dia tidak sedekat seperti masa-masa kami baru berteman, kini aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh. Disaat ia mencoba untuk menegor, aku selalu menghindar. Ia dan teman-temannya berusaha untuk mengembalikan pertemanan seperti dulu, tapi bila itu terjadi…bagi dia mungkin hal itu tidak berarti apa-apa…sedangkan kepadaku?? Apa yang akan aku rasakan jika seandainya aku berteman lagi dan dekat kepada dia seperti dulu??? Hanya akan membuat aku lebih tersiksa. Jadi, aku memutuskan untuk tidak mengajaknya beribicara, mungkin dengan begitu aku bisa mematikan perasaanku kepadanya. Suatu saat, tidak lama lagi kami akan mengadakan ujian semesteran, aku tidak dapat belajar, dipikiranku hanya ada dia…dan dia… Aku sudah bersusah payah untuk mencoba melupakannya. Tapi, tidak mudah bagiku. Aku pasrah dengan hasil ujian yang akan kuperoleh, dengan bermodalkan sedikit ilmu yang ada diotakku, aku mencoba melewati ujian demi ujian semesteran itu. Hingga akhirnya aku mampu melewatinya.
Semester 1 telah kami lewati, kini kami berada diambang pintu perpisahan SMA. Tepatnya, kami sudah berada disemester 2 kelas XII. Saat itu, tidak lama lagi Ultah pria itu akan tiba, yaitu 03 Maret. Aku tidak merencanakan sesuatu apapun untuknya. Aku telah mendengar kabar bahwa “Beno” akan mencoba menyatakan perasaannya lagi kepada “SeLi” tepat dihari Ultahnya tersebut. Sekalipun kabar tersebut seolah-olah akan membunuhku, aku tetap bersikap wajar baik dihadapan teman-teman ataupun dihadapan mereka. Hari Ulatahnya, masih teringat jelas dipikiranku. Namun, “Beno” tidak sabar menunggu kedatangan tanggal tersebut, tidak demikian kepadaku, aku justru berharap Ultahnya tidak akan pernah datang. Mungkin kamu menilaiku jahat, yah…aku mengakui saat itu pikiranku memang sangat jahat. Aku sendiri tidak tahu mengapa hal itu bisa terlintas dipikiranku…setiap hari berlalu mendekati tanggal Ultahnya, aku semangkin gelisah, khawatir dan ketakutan, aku selalu memikirkan apa yang akan terjadi pada diriku jika benar “Beno” dan “SeLi” melanjutkan hubungan mereka kembali. Seperti suatu malam, semua anak-anak asrama belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi UAN, sedangkan aku, malam itu tidak berkonsenterasi, aku hanya menangis. Aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diri, 3 hari lagi adalah hari Ultah pria itu atau lebih tepatnya besok adalah hari kesedihan bagiku. Disaat belajar malam itu, aku berdoa agar tgl 3 tidak akan terjadi apapun. Setelah waktu belajar malam telah selesai, “SeLi” yang duduknya tidak terlalu jauh dariku, ketika dia tiba-tiba menoleh kearahku, dia mendapati mataku sembab, kemudian dia menannyakan kamu habis nangis, yu? Aku membohonginya, aku menjawab kalau aku sedang memiliki masalah dengan Ortu.. Kemudian, disaat dia sedang membereskan buku-buku, aku melakukan sikap yang bodoh, aku mencoba menggodainya dengan menunjukan wajah yang senang sambil berkata, “eheemmm….cie…denger-denger tgl 3 bakal ada yang CBLK nie..?? Jangan lupa yah kemek-kemeknya… N, kasih juga dong kadonya… ( Sungguh…aku telah hilang akal pikiran, aku selalu saja menyakiti perasaanku sendiri, aku tahu menannyakan hal itu sama dengan mencoba membunuh diriku sendiri… Tapi, hanya dengan bersikap berpura-pura dihadapannyalah aku bisa menyembunyikan rasa sukaku kepada “Beno” darinya ). Tetapi, tiba-tiba,…kata-kata yang keluar dari bibirnya, membuat aku terdiam dan sedikit membuat aku malu, dia mengatakan dengan tegas dan ketus, “Kamulah yu yang kasih kado buat dia…”. Akhirnya akupun terdiam dan hanya membalas dengan gurauan…namun, hatiku terasa kacau, tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari bibirku, aku hanya berpikir, “apakah kata-kata itu sengaja dikeluarkannya karena dia ingin mengatakan bahwa dia telah mengetahui tentang perasaanku ini??”…
Waktunya untuk tidur malam….aku tidak dapat memejamkan mata sedikitpun, gelisah dan khawatir selalu menghantui perasanku dan pikiranku. Rasa penasaran untuk mengetahui apakah dia benar-benar mengetahui tentang apa yang terjadi antara aku dan “Beno” semangkin kuat. Akhirnya, aku coba menanyakan hal itu langsung kepada “Heti” , dan jawabannya terdengar agak mengecewakan, dia mengatakan bahwa si “SeLi” telah mengetahuinya. Perasaanku semangkin takut, gelisah, dan khawatir…ingin rasanya aku berlari jauh dari persoalan ini, tapi ini adalah kenyataan yang harus aku hadapi, aku harus mampu melewatinya. Besoknya, aku mulai memperhatikan sikapnya, aku mencoba melihat dari sikapnya apakah dia benar-benar telah mengetahui tentang hal itu. Dan…sepertinya dia telah mengetahui tentang hal itu, akupun semangkin sangat khawatir, aku sudah tidak tahu lagi apa yang aku rasakan saat itu, lengkaplah sudah semua perasaan menderita karena cinta, khawatir apakah si “SeLi” telah mengetahui tentang hal itu dan rasa takut karena tidak lama lagi adalah hari Ultahnya, dimana saat itu, dia akan mengatakan perasaannya kepada “SeLi”. Aku telah pasrah, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan, aku hanya bisa berdiam diri dan menangis, aku salalu berusaha agar aku tidak menangis…tetapi rasa perih dibatin ini tidak mampu menahan air mata ini. Sekalipun 3 hari lagi adalah Ultahnya, aku sama sekali tidak merencanakan apapun. Yang hanya ada dipikiranku adalah apakah tgl 3 tersebut akan menjadi hari terakhirku untuk menaruh harapan kepadanya?? Ataukah…aku masih memiliki harapan dilain kesempatan??….
Hari ini, aku hanya sendiri, tak seorangpun mengerti apa yang aku rasakan, aku hanya bisa menitikan air mata ini berlahan… Sambil memohon kekuatan dari Tuhan untuk menghadapi kenyataan pahit yang akan aku terima, aku mencoba menceritakan kepada salah seorang temanku, yang telah mengetahui apa yang aku rasakan disaat ini. Namun, merekapun tidak bisa memberikan penghiburan kepadaku, aku semangkin tidak kuat, akhirnya aku pergi kekamar kecil, dan aku mencoba menuangkan segalanya yang aku rasakan. Yah…hanya sendiri, tanpa siapapun… Ketika diasrama, aku mencoba menenangkan diri dan tetap menunjukan sikapku seperti biasa, tertawa dan tersenyum…sekalipun hati ini sedang terluka…tapi, aku tidak boleh terlihat sedih dihadapan mereka. Sekalipun kenyataannya pahit, aku harus siap menerima kenyataan bahwa 3 hari lagi adalah saat aku harus merelakan hati ini, saat aku harus membunuh persaan ini, dan saat aku harus mengakhiri segalanya…. Aku akan berusaha semampuku untuk mencoba tetap tegar, yah…tgl 3 adalah hari ultahnya. Kali ini aku tidak ada keberanian untuk merencanakan memberikannya sesuatu.
Malam ini, anak asrama kembali belajar seperti biasa. Rasa takut yang aku rasakan kini semangkin terasa, besok tibalah saatnya “Beno” akan menyatakan perasaanya kepada “SeLi”. Bahkan teman-teman mereka mendukung hubungan mereka. Itu pertanda harapanku kepadanya semangkin pupus. Aku tidak dapat belajar dengan tenang, malam itu yang dapat aku lakukan hanya menulis yang tidak penting dan mencorat-coret kertas. Rasa emosi yang keluar dari dalam diriku saat itu sudah tidak dapat aku bendung, tak ada tempat mengadu, dan juga tak ada yang peduli. Setelah belajar, aku melirik kearah “SeLi” dan aku melihat dimejanya sebuah kotak yang berisikan jam tangan. Namun, aku berusaha tegar, aku tahu sekalipun aku menangis darah, aku harus tetap menerima kenyataannya besok apapun yang akan terjadi. Malam ini, aku tidur lebih awal dari biasanya. Aku berusaha tenang.

Pagi ini, aku tidak dapat belajar… aku hanya melihat kearah “SeLi”. Aku tidak sanggup membayangkan kenyataan yang akan aku terima. Seluruh organ tubuhku seolah tidak dapat berfungsi dengan baik, aku terdiam kaku. Sampai tiba disekolahpun, aku tidak banyak berbicara, aku hanya diam dan menyendiri. Ingin rasanya aku lenyap ditelan bumi. Aku menuggu kabar yang akan terjadi hari itu tanpa dapat berbuat sesuatu apapun. Kabar itu semangkin kuat terdengar olehku…tapi…apa yang dapat aku perbuat??? Aku tidak bisa menghalangi sang waktu berjalan. Tanpa terasa waktu telah berlalu, kini aku telah berada diasrama lagi. Aku langsung istirahat dan tidak banyak bercanda dengan teman-temanku. Tubuhku serasa telah siap untuk mati. “SeLi” juga telah tiba di asrama. Aku tidak melihat raut wajah senang diwajahnya, wajahnya biasa saja. Aku bertanya-tanya dalam hati, apa yang telah terjadi??? Kemudian, aku bertanya kepada teman sekelasnya, yang juga mengetahui apa yang aku rasakan. Ternyata…..jawaban yang diberikan temanku itu seperti sebuah mimpi, dia mengatakan tidak ada terjadi “Penembakan” antara “SeLi” dan “Beno”. Seperti biasa, apapun yang aku alami, tidak ada seorangpun yang tahu, terkecuali beberapa orang saja. Yah!!! Aku senang…. Aku tahu, mungkin kamu berfikir aku adalah teman yang jahat. Aku tidak peduli apa kata orang lain. Jujur, aku tahu tidak sepantasnya berbuat seperti itu kepada “SeLi”, Tapi, ini bukanlah yang ku inginkan…jika seandainya dari awal aku tahu, aku tidak akan seperti ini kepada mereka. Jikapun seandainya mereka bisa kembali, aku juga akan merasa senang. Karena aku tidak ingin melihat “Beno” merasakan apa yang aku rasakan ini. Rasa ini sangat sakit. Tapi, aku tidak dapat menyembunyikan perasaan senang ini. Namun, aku berfikir mengapa mereka tidak jadi CBLK??? Sekalipun aku senang, namun aku tidak ingin mereka melakukan hanya karena “Beno” menjaga perasaanku, aku tidak ingin dia menahan perasaanya hanya karena aku hadir diantara mereka. Karena, jika itu aku lakukan, berarti aku mencoba untuk membuatnya tersiksa. Aku tahu, dia sayang banget dengan “SeLi”. Dan aku juga tahu, aku tidak akan bisa menggantikan posisi “SeLi” dihatinya. Apa yang ada pada “SeLi” tidak ada padaku, kecantikan, kepintaran, dan kebaikkannya, telah mampu menarik hati “Beno”, sementara aku?? Lalu, aku kembali berfikir, apa yang menyebabkan “SeLi” tidak mengatakan persaannya?? Aku mulai sadar, ternyata sikap “SeLi” telah jauh berubah kepadaku, dia seolah-olah tidak menggapku ada. Tidak seperti dulu. Ada apa ini?? Apakah dia memang telah mengetahuinya?? Namun sikapnya membuat aku semangkin yakin kalau dia telah mengetahui persaanku terhadap “Beno”. Sebab, biasanya dia selalu menyapaku lebih dulu jika aku melewatinya, tapi kini hanya aku yang selalu memulai menyapanya. Aku merasa ini bukan sikap dia biasanya. Seperti sore itu, ketika anak-anak asrama waktunya mandi, aku sengaja lewat didepannya untuk melihat reaksinya dan…benar, dia mengabaikan aku begitu saja, hatiku berharap kalau penyebabnya bukan karena dia telah mengetahui segalanya melainkan karena dia memiliki masalah lain. Namun, aku semangkin bertanya-tanya, mengapa dia seperti itu, karena aku penasaran, aku coba menanyakan perubahan sikap “SeLi” kepada teman-teman yang telah mengetahui apa yang aku rasakan. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan kalau sikapnya memang demikian, dan anak-anak yang lain ada yang mengatakan kalau aku sebaiknya berterus terang, karena menurut mereka suatu saat dia pasti akan tahu juga. Aku mulai merasa sedikit gelisah, dan sedikit panik. Dengan berbagai pertimbangan dari beberapa teman-teman, akhirnya aku beranikan bertanya kepadanya ketika dia lewat menuju kelantai atas dan aku menuju kamar mandi yang ada dilantai dasar. Kami berbicara ditangga. Saat aku ingin mengeluarkan kata-kata, terasa sulit, aku tidak berani menatap matanya. Aku merasa malu, aku yang dia kenal dulu adalah teman yang berniat ingin menyatukan mereka dan aku juga teman yang sering berbagi cerita tentang masalahku kepadanya, justru menaruh rasa dengan pria yang sama. Tetapi, karena aku sudah mengambil keputusan agar aku mengakuinya, akupun mencoba mengeluarkan kata-kata dengan berani,”SeLi”, apakah kamu sudah mengetahui mengenai masalahku??”. Dengan memasang wajah yang seolah-olah tidak tahu masalah apa yang terjadi, dia mencoba menanyakan kepadaku kembali tentang masalah apa yang aku maksudkan. Aku yang telah mampu membaca pikirannya, mengetahui maksud tujuan dari pertanyaan itu bahwa dia menginginkan agar aku mengaku dengan bibirku sendiri bukan dari orang lain. Akhirnya, dengan menarik nafas panjang, akupun seolah tidak ada beban, menceritakan dengan gamblang tentang perasaanku kepada “Beno”. Kamu tahu apa tanggapannya??? Dia mengatakan, “Yoda ambil aja dia, yu….aku dah putus ama dia kok dan aku dah gak suka lagi sama dia. Lagian, kenapa she kamu mau sama dia?? Item gitu, jelek lagi….”. Yah!!! Itulah kata-kata yang keluar dari bibirnya saat itu. Jika kamu berada diposisi aku, apa yang kamu rasakan??? Senang atau kamu benci dengan sikap dia???…. Kalau aku saat itu, aku merasa senang, karena aku tidak ada beban dan tidak ada masalah lagi dengan dia. Tetapi, dia adalah seorang wanita dan demikian juga aku, aku tahu apa yang sedang dirasakannya saat itu, walaupun dia berkata tidak suka lagi terhadap pria itu, tapi aku yakin hati kecilnya masih menyimpan rasa itu. Walaupun demikian, aku masih merasa sedikit tidak enak terhadapnya, aku takut kalau dia membohongi perasaanya. Oleh karena itu, sewaktu anak asrama waktunya belajar malam, aku tidak belajar, tetapi aku menuliskan cerita sejak kapan dan bagaimana aku bisa suka kepada ”Beno” dan setelah itu aku menyuruhnya membaca tulisan itu. Namun, aku tidak tahu bagaimana sebenarnya dia menanggapi isi tulisan yang aku kasih kepadanya, yang aku lihat dari rawut wajahnya sepertinya dia tidak terlalu merespon, tapi, aku tahu apa yang dia rasakan. Tetapi, aku selalu saja merasa tidak enak kepadanya, aku kembali meyakininya setelah selesai belajar malam aku mengajaknya ngobrol berdua dan menceritakan bahwa aku benar-benar tidak tahu ternyata pria yang aku sukai itu adalah mantannya. Malam itu, dia menangis ketika aku menceritakan semuanya, aku tidak tahu itu air mata apa, yang jelas dia berkata sambil menangis “Kenapa kau tidak bilang, yu??” Disaat itu aku berfikir, mungkin dia baru menyadari kalau aku sering menangis karena menahan perasaan ini. Yah aku tidak tahu dengan jelas sebab mengapa dia menangis. Tapi, aku tetap tersenyum dihadapannya, sekalipun itu pahit bagiku, aku tidak ingin dia merasakan rasa sakit yang aku rasakan, aku ingin dia tetap melihat aku sebagai wanita yang selalu tegar dan bersamangat bukan sebagai wanita yang lemah hanya karena seorang pria. Aku juga mengatakan kepadanya kalau aku sudah berjanji pada diriku, agar aku menjauh darinya, dan aku juga mengatakan kepadanya bahwa hubungan aku dan “Beno” sudah tidak seperti dulu lagi. Aku sudah tidak bercanda dan saling sapa dengan “Beno”. Aku mengatakan kepadanya,”Sebaiknya kalian jadian, karena kita hanya tinggal beberapa bulan lagi bersama-sama, kamu seharusnya membuat kenangan yang indah bersama dia dimasa SMA ini, jangan pikirkan tentang persaan ini, karena aku sudah tidak akan pernah berbicara lagi ama ”Beno”, dengan seperti itu aku bisa melupakannya.” Jawabnya,” Gak yu, aku dah gak suka lagi ama dia.” Kau ajalah yang sama dia, dia baik kok. Sekalipun dia mengatakan seperti itu, aku yakin itu bukan dari hatinya. Mulai saat itu, aku berusaha menjauh dari “Beno” karena aku merasa sudah tidak ada artinya aku menjadikan “Beno” menjadi milikku. Jika, mereka menegur, aku cuek, aku selalu berlari dari mereka. Aku tahu, mereka sengaja mendekat dan ingin ngobrol ama aku, tapi mereka tidak tahu, yang aku lakukan ini hanya demi kebaikan hubungan mereka. Setiap saat, aku hanya bisa menyaksikan kedekatan hubungan mereka, menangis, dan menangis…. Yah, aku rela, asal mereka bisa bersatu dan membuat kenangan indah.
Pada sore harinya…………
Eits!! Ceritanya sampai disini dulu yah…..berhubung waktunya hanya 1 bulan, aku menjadikan cerita ini menjadi “CerBung”…. Sebenarnya ceritanya masih panjang, tetapi waktunya terbatas, kalau kamu penasaran dengan kelanjutannya….. Kalau ada kesempatan lagi, aku akan melanjutkannya…
Okay teman-teman?? CaiyOooooo^^
Tunggu Cerita selanjutnya……………………..^^
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

1 comment:

  1. Blog kamu sudah saya follow

    http://infoku-bloggerku.blogspot.com/

    silakan di follow back

    ReplyDelete